Pada siang ...
Pada menit dan detik dalam bis kota
Matahari terik menyentrik
Matahari memberikan semburat sinarnya yang terik
Matahari tak lagi bersembunyi, menyembunyikan dirinya
Sinarnya menyoroti kaca jendela transparan bis kota
Di bis kota yang kita tumpangi
Kala itu melewati pemandangan gedung-gedung besar nan cantik
Aku suka menunjukkan gedung-gedung pencakar langit
Pada kau, yang masih sibuk menyendengkan telingamu dengan serius
Mendengarkan sound speaker dalam bis kota, rute perjalanan mana yang akan disebutkan selanjutnya
Sambil berbisik
Kau bertutur, jika kau takut halte tempatmu kembali ke rumah terlewat begitu saja
Sampai-sampai aku menepuk-nepuk bahumu
Agar kau tenang walau sebentar
Seperti radio kusut
Aku sibuk mengulang-ngulang kegiatanku dalam bis kota
Yaitu menunjukkan gedung-gedung pencakar langit nan cantik pada kau
Dan aku suka mengkhayal
Dan kau suka mendengar khayalan leluconku
Kelak suatu saat nanti, aku punya gedung pencakar langit
Kau tak mengiyakan ataupun menepis keinginanku
Kau bertanya "kau ingin menjadi apa kelak?"
Aku bertutur "hendaknya aku ingin menjadi sukses, aku akan menimba ilmu ke negeri impianku, lalu aku akan bekerja sesudah itu."
Kau kembali bertutur "Yang sesungguhnya harus kau lakukan terlebih dahulu setelah kau turun dari bis kota ini lalu berpisah denganku ialah kau harus memikul beban nyata. Beban nyata dalam lingkaran singa, sesudah itu kau menabung lalu kau boleh menimba ilmu dengan hasil jerih payahmu menimba beban nyata yang ada di dunia nyata ini."
Aku bertutur "Mengapa harus seperti itu?"
Kau bertutur "Supaya kau tahu arti berusaha yang sebenarnya"
Pada menit dan detik dalam bis kota,
aku mengangguk mengerti dan setuju dengan topik pembicaraan denganmu kali ini. Aku mengangguk girang seperti anak kecil yang diberikan gula-gula manis.
Pada menit 12 di detik 25, tuturmu menyihir aku menjadi peri kecil yang tidak tahu pada sisi langit mana ia harus mengepakkan sayapnya lalu kau menjelma menjadi burung elang yang tahu tepat dimana sasaran mangsanya.
Pada menit 12 di detik 27, setelah aku dan kau bercengkrama kita berpisah di sebuah halte yang membawa kita pada kata pulang.
Kita berpisah di sebuah halte yang membawa kita kembali lagi pada jiwa yang diharapkan tetap sama dengan situasi yang sama pula, pada suatu masa...
Di masa yang membawa kita tak mengerti lagi bahwa bercengkrama jauh lebih menyenangkan daripada hanya mengenal tetapi ketika titik bertemu tiba kita tak mengenal siapa diri kita.
Pada menit dan detik dalam bis kota, ada memoar singkat yang terjadi begitu saja lalu terbawa dan tersimpan rapi dalam bilik memori.
Pada menit dan detik dalam bis kota, kau cukup serius.
Pada menit dan detik dalam bis kota, pada april yang disebut bulan lelucon itu, ada sesaat dan sebentar lalu dibiarkannya begitu saja terhempas oleh hembusan angin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar