Banner Campaign

Banner Campaign
Banner Campaign Traveloka

Kamis, 04 April 2019

Rumit - Puisi



Waktu-waktu telah memakan memori tentang saya dan juga aku

Waktu-waktu pergantian langit pagi menjadi malam, sudah tak terhitung lagi... 

Aku memulai 

Pekan lalu kau masih menertawakan tentang amplop cokelat yang kuisi dengan bolu cokelat lumer di dalamnya

Tentang purnama yang tak pernah menyembunyikan semburat pipinya yang terang 

Kau masih bertutur tentang waktu yang akan mengubah purnama menjadi senja di kala malam

Kau masih mengelak lelucon, tak ingin kalah 

Di kala rasa penat menusuk-nusuk pikiran 

Kau masih saja berkhayal mendaki puncak Everest

Kau tak suka jika bulir air mata jatuh begitu saja

Karena kau berpikir, merengek bukan solusinya 

Kau suka mengejek

Aku suka tertawa saja

Saat Bintang Kejora memilih berbicara jujur pada Langit 

Senja memilih bungkam seribu bahasa 

Tugasnya tetap memberikan warna terbaiknya, di langit sore sebelum pamit

Senja tetap hangat menyentrik semesta

Teka teki rumit 

Saat fungsi x dan y pada aljabar tak mengerti mengapa harus mereka yang dipilih untuk menentukan hasil akhirnya

Antara aku dan saya, rumit 

Rumit untuk menjawabnya mendatar atau menurun? 

Saat pertanyaan ambigumu selalu bersarang dalam otak saya

Aku suka tertawa renyah saja

Alih-alih saya ingin berhenti 

Purnama berkata saya harus mengurungkan niat berhenti

Purnama berkata "Untuk apa berhenti jika tamu itu memang sudah nyaman tinggal dalam bilik rumahmu?" 

Sejenak aku riuh

Sejenak saya acuh

Tuan Senja, kau rumit... 




Ini ungkapan Langit dalam bentuk puisi, bagi kalian yang baca cerpen bersambung antara Senja dan Langit. Kalian pasti tahu alurnya 😆










































































































Tidak ada komentar:

Posting Komentar