![]() |
Pict by : vyxxjc_ |
Kemarin kau sulit ditebak
Hari ini kau diam menatap awan putih tanpa alasan jelas
Besok lusa kau tertawa
Entahlah ini hanya perkiraan saja
Seperti iklim dan cuaca yang diperkirakan setiap harinya
Kau adalah cuaca yang sulit ditebak bagi warga bumi
Hari-hari yang kujalani selalu saja menjadi bagiannya,bagian
dari raga lain yang menemaniku melakukan hal-hal gila.Contohnya pada hari ini,
pada siang hari yang sangat terik di sudut rumahku terdapat sebuah ayunan yang
setiap hari menjadi tempatku di kala bosan .
Ditemani semilir angin yang begitu damai,sembari
bersenandung irama lagu asal yang berputar di kepalaku ,aku mengayunkan tubuhku
diatas ayunan seperti terbang diatas langit.
“nanananana burung diudara terbang begitu damai..terbangkan
aku ….terbangkan aku..” ujarku sembari meracau tak jelas
“Terbangkan aku ke langit birumu yang begitu damai,biar aku
tenang menatap langit biru yang terlukis pada cakrawalaaaaa nananana ….” Ujar
suara yang tak asing lagi di telingaku
Aku pun menghentikan kegiatanku mengayunkan tubuhku diatas
ayunan,aku menoleh ke belakang dan mendapati raga lain yang tak asing untuk aku
kenali. Revan.
“Kok berhenti?” tanya Revan dengan heran
“Suara kamu aneh dan terdengar sumbang..” ujarku dengan
datar
“Oh maaf aku merusak kegiatanmu kali ini,sekarang kamu boleh
bernyanyi lagi sesukamu tanpa ada yang mengganggu” ujarnya sembari menyandarkan
tubuhnya pada sebuah kursi yang terdapat di sebelah ayunan dan menempelkan sebuah headset pada kedua
telinganya
Aku pun menghentikan kegiatannya dengan beranjak dari ayunan
lalu menggenggam kedua tangannya
“Kamu ingin merusak kegiatanku karena aku mengganggumu tadi?” tanya Revan menatapku
dengan penuh tanya
“Ya,skor kita satu sama sekarang” ujarku sembari melepaskan
genggamanku pada kedua tangannya
Revan menyunggingkan senyumannya yang terlihat jahat dan
jahil,lalu aku meninggalkannya di halaman depan rumahku
Revan ialah sahabat masa kecilku semenjak kedua orang tua
kami menjadi sahabat semenjak masa putih abu-abu. Sulit untuk meyakini setiap
ocehan teman-teman kami bahwa kami tak ada
hubungan spesial lebih dari seorang sahabat. Revan itu seperti
abang,sahabat dan teman debat bagiku. Aku dan Revan sudah hampir 9 tahun
bersama di sekolah yang sama dan sekarang ditambah 2 tahun aku memasuki masa putih abu-abu dengannya
,jika dijumlah sudah 11 tahun kami bersama sebagai seorang sahabat, bosan
melihat wajahnya sudah pasti. Dan sekarang lagi dan lagi aku sekelas dengannya,dan
dialah yang menjadi temanku kala aku masih saja malu memperkenalkan diri pada
teman baru. Selama 11 tahun,segala
tentangnya aku hafal. Segala rahasia tentangnya aku tahu. Dan aku mengetahui
rahasianya bermain curang. Bermain papan ludo,saat kita belum menentukan siapa
yang hendak bermain terlebih dahulu,ia memainkan catur ludonya dengan mengocok
dadu terlebih dahulu. Jelas aku tak pernah lagi merasa asing dengan sikap
rahasia miliknya ini.
Kami memang selalu bersama tapi kami selalu berdebat setiap
saat ,dan ia tak pernah ingin kalah dariku.
“Revannn kamu curanggg..” teriakku padanya kala ia merebut
posisi ludoku
“Hahahahaahaha horeee ludoku sebentar lagi menang..”
teriaknya dengan girang
“Kamu curanggg” ujarku dengan kesal sembari meletakkan gelas
air putih dengan keras di atas meja
“Skor kita 2-1 sekarang..” ujarnya dengan sombong
“Kamu ingin mewakili posisi ludoku tetapi kamu berlaku
curang,aku tak suka..” ujarku dengan kesal
“Itu hanya pemanasan,yuk kita ulangi lagi.Gimana?” ujarnya
dengan nada rendah
“Ya sudah,janji ya kamu tidak curang lagi?”
“Janji..” ujarnya
dengan senyum merekah yang kubalas dengan anggukan kepala saja
Revan memiliki sikap yang aneh,ia sangat suka membuatku
kesal karena tindakannya yang jahil. Tetapi,ia juga memiliki sikap yang teduh
meskipun sikapnya tak pernah ingin mengalah dariku. Ia tak pernah membiarkanku
marah terlalu lama karena kejahilannya.Revan juga menjadi pendengar cerita
dongengku,segala sesuatu yang ingin aku lakukan ia tahu bahkan ia juga bisa memperkirakan
apa yang sedang aku pikirkan. Terkadang tebakannya tepat sasaran,dan paling
banyak melewati sasaran alias salah. Dia seperti peramal tetapi bukan
peramal,ia hanya bertindak sok tahu agar ia tak kalah dariku.
Kami mengakhiri permainan ludo yang berlangsung hanya 30
menit saja,yang bisa dikatakan aku yang mengakhiri permainan itu setelah Revan
telah memasukan 2 ludonya pada posisi yang sengit denganku. Posisi ludonya akan
menjadi bukti ia akan menang,tetapi lantaran bosan aku mengakhirinya begitu
saja tanpa tahu siapa pemenangnya dan Revan hanya membuang nafasnya karena
lelah. Tetapi aku tak melihat sama sekali wajah marahnya,ia hafal sekali dengan
sikap bosanku pada suatu kegiatan.
Lalu aku mengambil laptop untuk melakukan kegiatan yang
biasa aku lakukan setelah bosan dengan hal apapun. Menggambar .
Revan membututi segala aktivitasku,aku tak pernah melihat
dirinya bosan melihat aku selalu berubah-ubah dalam melakukan kegiatan. ia
tetap saja Revan peramal yang sok tahu dengan apa yang kupikirkan ,aku lakukan.
Ia akan tetap sok tahu sebagai seorang peramal.
“Jadi menurut kamu aku pilih latar warna apa?” tanyaku
padanya sembari menunjukkan sebuah gambar karyaku di layar laptop
“Sebentar aku bisa pikirkan,hmm…. coba kamu pakai warna biru
lalu kamu gradasikan dengan warna kuning..” ujarnya menatap layar laptopku
“Jika aku gradasikan, itu hanya akan membuat warna hijau,kamu
ini aneh tak mungkin langit berwarna hijau …” ujarku dengan protes dan menjelaskan
“kalau kamu tahu,mengapa juga kamu bertanya padaku?”
tanyanya yang membuatku kesal mendengarnya
“aku hanya bertanya,siapa tahu kamu sudah tak lagi aneh hari
ini..” ujarku tak mau kalah
“Aku tak aneh,mungkin saja kita tak tahu apa maksud dan arti
keanehan kita ini..” ujarnya dengan santai
“Sudahlah,kamu akan memulai lagi dengan penjelasan
abstrakmu..” ujarku sembari menutup layar laptopku lalu beranjak berdiri
meninggalkannya menuju dapur
“Mengapa kamu berhenti?” tanyanya yang menghentikan langkah
kakiku
“Aku lapar rev..” ujarku dengan nada rendah
“Baru saja aku memperkirakan apa yang kamu pikirkan..karena
baru saja aku mendengar suara demo dari perutmu hahahaha..apa yang kuramal
benar..” ujarnya dengan girang
Jelas saja,ia berulah lagi dengan sikapnya yang sok tahu
sebagai seorang peramal. Itulah yang membuatku terkadang tak ingin berlama-lama
bermain dan bertemu dengannya karena ia akan menjadi seorang peramal yang sok
tahu. Tetapi walaupun sikap sok tahunya sangat menyebalkan,aku tak pernah bisa
marah terlalu lama dengannya,hanya saja tertawa ataupun menggelengkan kepala
akibat ulahnya.
Setelah 20 menit,aku kembali di hadapannya membawa nampan
yang berisi 2 mangkuk mie instan rebus dengan
telur rebus di dalamnya dan 2 mangkuk krim sup dan 2 gelas es jeruk. Ia yang
sedang asyik memainkan rubik,tiba-tiba menghentikan kegiatannya yang kuakui ia
tak fokus dengan aroma makanan yang aku bawakan.
“Terimakasih,kamu sudah lulus menjadi pelayan restoran”
ujarnya padaku sembari tersenyum lebar
“Hahaha pasti kamu tak fokus memainkan rubikmu karena
mencium aroma makanan ini.” Ujarku menyeringai
“kamu sok tahu,aku bosan..” ujarnya yang lagi-lagi tak mau
kalah
“Ya sudah,lebih baik kita isi amunisi dulu..” ujarku sembari
meletakkan makanan dan minuman tersebut diatas meja ruang tamu
Lalu ia segera mengambil es jeruk dan meneguknya sampai
setengah,aku hanya tertawa saja melihat pipinya yang mengembung lantaran
menahan es jeruk dalam mulutnya. Aku menaruh mangkuk mie instanku tepat
dihadapanku,lalu aku segera menyantapnya dengan lahap.
“Menyantap mie instan begitu lahap,kamu mengalahkan posisi pembalap
rossi . Sepertinya,kecepatannya 80 km per 1 menit. Hahaha aku sudah bisa sampai
Belgia kalau seperti itu”
Sungguh dirinya sangat menyebalkan,dengan mulut yang masih
penuh dengan mie instan aku menatapnya dengan kesal. Ia menertawai ekspresiku
saat ini,dengan terburu-buru aku kunyah makanan itu lalu aku meneguk es jeruk
sampai setengah.
“hahaha hari ini aku tidak memesan ekspresi singa marah
padamu…” ujarnya meyeringai
Aku tak menjawabnya,aku bosan berdebat dengannya. Aku
melanjutkan kegiatanku melahap mie instan,mengalahkan ia yang masih menyisakan
setengah porsi mie instan. Ia tak heran dengan sikapku yang berubah seperti
ini,ia memiliki caranya sendiri agar sikapku kembali normal seperti biasa yang
ia kenali.
“skor kita 2 sama hahahaha” ujarku dengan girang dan tak mau
kalah
Melihat mangkukku kosong dan mendengar suara skor,ia segera
melahap mie instan dengan semangat tanpa jeda. Aku tertawa melihatnya yang
kalang kabut menghabiskan mie instan dan juga krim sup. Astaga aku lupa
menghabiskan krim supku,aku melupakan itu. Dan aku segera melahap habis krim
sup itu,yang tanpa aku sadari ia lebih dulu menghabiskan krim sup itu. Lagi dan
lagi aku kalah darinya yang tak mau kalah dariku.
“Skor 3-1,kamu masih kalah dariku” ujarnya menyeringai dan
sombong
“hmm baiklah..”
“kiana,ini hanya permainan. Kamu tak perlu serius untuk hal
ini,aku hanya bercanda mengejekmu..”
“ya aku mengerti,sudahlah lupakan..” ujarku datar sembari
memainkan sendok diatas mangkuk mie instan
“lupakan permainan ini atau melupakan kebersamaan kita?”
tanyanya yang membuatku menoleh 180 derajat menghadapnya
“Aku tak ingin keduanya..” ujarku cepat
“lalu kau ingin apa?”
“ingin saja berlibur,tetapi kamu kan tahu ayah sama ibu
keluar kota meninggalkanku sendiri dirumah..” ujarku dengan nada rendah
“kan ada aku ki disini,ki tuan putri dalam dongengku sedang
sedu sedan menanti waktu bertemu dengan pangeran senja..”
“bilang pada tuan putri ia akan bertemu dengan pangeran
sebentar lagi, tapi tetap saja aku ingin berlibur rev..”
“baik tuan putri..” ujarnya padaku sembari menyeringai
“aku kiana bukan tuan putri..ayolah kita pergi ke pantai..”
ujarku merengek
“Pantai ramai loh ki,nanti kamu hilang lagi..”
“Rev aku sedang tidak bercanda,aku ingin ke pantai menatap
sunset”
“Hmm kamu ini pecinta drama,itu mengapa kamu mudah sekali
terbawa perasaan..”
“Terserah kamu rev..” ujarku acuh tak acuh
“Baiklah kita pergi sekarang..” ujarnya seraya menggenggam
tanganku
“hah?sekarang?”
“iya kiana..”
“sebentar lagi pukul 5 sore loh..”
Dengan gerakan cepat aku berlari ke kamarku untuk mengganti
pakaian. Lalu menarik Revan yang sedang
asyik memainkan ponselnya menuju halaman luar rumah. Revan hanya mengikut saja
kemana langkahku pergi,ia juga tak protes menuruti kemauanku.
“Rev?”
“ya?”
“kita naik apa ya kesana?”
“naik mobil dong..”
"oh,kamu tadi kerumahku diantar supir ya?”
“tidak..”
“lalu kita naik mobil siapa?”
“kamu itu aneh ya ki,cerewetmu itu bakalan terus menghantui
aku nih sampai pantai..” ujarnya sembari tertawa
“aku kan bertanya,kita naik mobil siapa?aku hanya bertanya
seperti itu kamu bilang cerewet,kamu aneh rev..” ujarku membalikkan kalimatnya
Ia menuntunku ke depan mobil sedan berwarna hitam yang
terparkir di depan rumahku. Aku berdiri mematung,kala ia mengeluarkan kunci
mobil dari saku celananya.
“Ki?kok kamu melamun?ayo masuk..” ujarnya
“hah?apa?ma-masuk?” ujarku menatapnya dengan tak percaya
“ya iya dong ki,masa iya kamu aku taruh diatas mobil?”
“hahaha iya juga ya rev..ta-tapi ini supir kamu kok gak
ada?” tanyaku sembari tertawa kikuk
“aku supirnya..” ujarnya dengan senyum yang merekah
“hah?”
Aku kaget sekali mendengarnya,lantaran semua rahasia
tentangnya aku tahu.Tetapi mengapa aku baru tahu ia bisa mengemudikan mobil,aku
baru mengetahuinya?
“hahahaha wajar kok kamu kaget ki,aku sengaja tidak
memberitahumu. Karena aku mau ini jadi surpriseeeee…” ujarnya dengan girang
“tenang ki,aku akan mengemudikan mobil ini sampai pantai
dengan selamat..” ujarnya lagi
“Ulang tahunku kan sudah lewat rev..” ujarku dengan heran
“ya tapi gapapa,aku hanya ingin kamu terkejut haha. Ya sudah
kita harus pergi sekarang “ ujarnya seraya melangkah dan menduduki posisi
kemudi
Aku yang masih sangat kaget dengan rahasia ini menjadi kikuk
,entah harus melakukan apa. Seakan-akan keinginanku pergi ke pantai,menjadi
urung untuk aku niatkan. Ia yang menatapku dari dalam mobil,keluar lagi untuk
menemuiku.
“ki kok kamu malah diam? Sebentar lagi mau sunset loh..”
“eh iya aku jadi lupa ya hehe..” ujarku menyeringai sembari
menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
Ia membukakan pintu mobil tepat disebelah kursi kemudi,lalu
menuntunku untuk memasuki mobil tersebut. Ia pun kembali menduduki kursi kemudi
tepat di sebelahku.
“Ki?kamu percaya kan sama aku?” tanyanya yang membuyarkan
pikiranku saat ini
Aku menoleh padanya dengan wajah datar
“ki aku tahu kamu pasti melarang aku menyetir mobil karena
aku masih pelajar,tapi jauh sebelum aku masuk sma papa ajarin aku untuk
mandiri. Walaupun aku masih terlalu dini untuk belajar mengemudikan mobil. Aku
sudah dua tahun belajar mengemudikan mobil sendiri,dan jarang sekali
menggunakan mobil di jalan raya hanya didekat pekarangan rumah saja. Tapi aku
mau meyakinkan kamu,kalo aku bisa jadi teman kamu yang bisa menemani kamu
kemanapun..”
“Makasih rev, aku percaya sama kamu.. Tapi aku takut kamu
kenapa-napa rev..” ujarku cemas
“Ki,kamu tenang aja aku bakalan baik-baik saja. Kamu jangan
khawatir ya?buktinya sekarang aku ada disamping kamu,aku baik-baik saja kan?
Sudahlah tepikan khawatirmu dari dalam pikiranmu,oke?” ujarnya meyakinkanku
“i-iya deh rev..” ujarku dengan nada rendah
“oke,baiklah kita berangkat sekarang kapten?” tanyanya
padaku
“meluncur kapten,tapi pelan-pelan saja ya hehe..” ujarku
menyeringai
“siap kapten..” ujarnya yang
mulai memutar setir mobil
Sepanjang perjalanan,
Revan mengemudikan mobil tersebut dengan sangat pelan dan aku pun bisa
menghilangkan rasa takutku dan pikiran negatifku tentangnya sekarang. Ia kembali berdongeng
sesuka hatinya,aku hanya tertawa mendengrnya. Ia pemikir keras,sampai melompat
saja ia imajinasikan terlebih dahulu. Semestanya aneh sekali. Aku benar-benar
tak bisa mendeskripsikan waktu-waktu ini bersamanya.
Dongengnya membuatku terkantuk pada kediamanku,aku sulit
untuk beranjak kala anganku sudah menjemputku untuk pergi berlari mengejar
angan.
“Ki kamu masih tidak percaya denganku?” tanyanya padaku yang
menghilangkan rasa kantukku
“Percaya rev,percaya kok percaya kamu bisa membawaku sampai
pantai dengan selamat” ujarku meyakinkannya
“oh oke,tapi kok kamu dari tadi aku perhatiin, kamu pegangin
sabuk pengaman erat banget? Kamu juga mengantuk..” tanyanya yang membuatku
mematung
“Hehe sabuk pengamannya itu bikin aku aman makanya aku
pegangin rev. Kamu kan tahu aku akan terlihat nyaman pada posisi seperti
ini,itu mengapa aku akan mudah tertidur”
ujarku menyeringai menepis pertanyaannya yang akan menjebakku
“oh begitu..”
“ya benar” ujarku dengan cepat
“iya aku paham sekarang,tapi jawabanmu ambigu ki.” ujarnya
“hmm sebenarnya aku takut rev,waktu kamu bilang kamu yang
mengemudikan mobil. Aku takut kamu masih belum fasih mengemudi,terus karena
keinginanku ini kamu menjadi nekat mengemudi mobil..” ujarku jujur menjelaskan
“Ki,ketakutan memang jadi penghalang bagi setiap orang untuk
melangkah ke depan. Tapi ketakutan kamu
bakalan hilang,jika kamu membuang jauh-jauh rasa takut kamu dalam
pikiran kamu. Hidup ini pilihan ki,kamu mau takut atau kamu mau melangkah ke
depan membuang jauh rasa takut kamu?mungkin pernyataan aku kali ini sulit untuk
kamu percaya sekarang,tapi aku akan berusaha supaya kamu bisa percaya sama aku.
Aku terima kok penjelasan kamu..” ujarnya menjelaskan dan meyakinkanku dengan
senyuman lebarnya
“ya kamu benar Rev,aku hanya berlebihan saja”
Setelah 30 menit perjalanan,kita sampai di tempat tujuan dengan
selamat,pantai yang kami kunjungi memang dekat dari rumahku,jadi hanya
membutuhkan waktu 30 menit saja untuk sampai ke tempat tujuan. Hilang sudah apa
yang aku pikirkan tadi,aku menatapnya
dengan senyuman lebar.
“Makasih rev,kamu sahabat yang sangat baik buat aku..”
ujarku dengan senyuman lebar
Ia membalas dengan anggukan dan senyuman lebar seraya
bersiap-siap untuk keluar dari mobil yang sudah ia parkirkan. Aku juga segera
keluar dari kediamanku pada kursi mobil,lalu aku melihat langit yang sudah
gelap
“Sekarang sudah pukul 17.35 menit ki..”
“Senja akan pamit meninggalkan langit rev..” ujarku dengan
lesu
“Sekalipun ia pamit,ia akan kembali esok dengan semburat
sinar yang membuatmu tak lagi sedu sedan menatap kepergiannya..” ujarnya
Ia merangkul pundakku,menuntunku ke tepi pantai yang ramai
oleh pasang mata yang menyaksikan detik-detik perginya senja. Desiran ombak
yang begitu damai,membuatku tak ingin beranjak dari tempat ini. Ia melepaskan
rangkulannya pada pundakku.
“Kenapa senja pamit terus datang lagi esok sore?” tanyaku
“Ia hanya diberi jadwal pada waktu sore,ia datang
memberitahu ketika pergi pun ia pamit. Aku salut sama senja,ia memiliki sopan
santun yang baik..” ujarnya seraya fokus menatap pemandangan didepannya
“hahahahahaha Revannnn kamu ih,aku serius tahu bertanya
padamu..”
“Ya aku serius ki,kamu yang bercanda..”
“maksud kamu?”
“maksudnya aku jawab yang tadi serius,tidak bercanda..”
“oh baiklah..”
Sekarang tepat pukul
6 sore ,langit sudah gelap dan menunjukkan senja akan pamit dari langit.
Aku dan Revan menatap fokus pemandangan yang ada di hadapan kami sekarang.
Sangat indah dan tak dapat aku lewatkan walau hanya sedetik saja.
“Ki mau ngucapin wish gak?”
“harapan?”
“yaps..”
“saat ini?” tanyaku bingung
“365 tahun lagi ki,kayak rotasi neptunus untuk berhadapan
dengan matahari..” ucapnya seraya menatap fokus pemandangan pantai kala sunset
“yah..lama dong.Aku serius revan…”
“hahaha kita ucapkan harapan kita waktu senja benar-benar
tenggelam gimana?”
“ucapkan dalam hati atau teriak?”
“Teriak saja biar kita tahu harapan dari masing-masing kita
apa?gimana?”
“tapi aku tidak mau kamu tahu harapan aku rev hehe..”
“hmm baiklah kita ucapkan saja dalam hati..”
“setuju kapten!”
Kita menghitung dalam hati sembari menyaksikan tenggelamnya
senja dari hadapan kami. Aku penasaran dengan harapan Revan,tapi entah mengapa
aku masih saja menahan rasa penasaranku tentangnya walaupun segala rahasia
tentangnya aku tahu. Ia menoleh padaku untuk meyakinkanku mengucapkan harapan
kala senja pamit tenggelam.
“1..2..3 “ ujarnya
Kami menutup mata sembari mengucapkan harapan kami untuk
waktu yang akan datang,dan nampak langit sudah gelap tanda sore akan berganti
malam.
“Harapan kamu apa ki?”
“rahasia dong..”
“oh oke,rahasia ya..”
“kalo kamu rev?”
“rahasia dong,kita bakalan ucapin harapan ini 2 tahun lagi
bagaimana?”
“Hmm cukup lama,tapi tak mengapa agar kita tahu harapan mana
yang akan tercapai lebih dahulu. Harapan aku atau harapan kamu?”
“5 juli 2019 kita akan mengucapkan harapan kita bersama?”
“yaps,sekarang 5 juli 2017,2 tahun lagi kita ucapkan harapan
itu. Akan aku tulis di catatanku..”
Ia menganggukkan kepalanya pertanda setuju dengan
ucapanku,setelah melihat sunset di tepi pantai disertai desiran ombak.
Menyisakan sebuah kisah yang membuatku akan selalu ingat hari ini,melihat senja
bersamanya ,berdebat lagi dengannya bahkan hari ini dia menghapus ramalannya
mengenai aku. Revan yang kukenal hari ini,adalah Revan yang tak sok tahu. Kami
pulang, aku tak lagi takut melihatnya mengendarai mobil miliknya,Revan memang
memiliki cara agar aku tenang walaupun
semestaku berkecamuk ketakutan.
Setelah hari itu,kami kembali lagi dengan aktivitas sekolah
kami yang padat seperti jalanan Jakarta. Dengan padatnya aktivitas kami dikelas
12 SMA,walaupun kami sekelas. Waktu kami terbatas untuk bersama,dihalangi oleh
deadline tugas. Kami sulit untuk bertemu kala kami bergelut pada kefokusan yang
sama,lulus dari sma dengan nilai yang membanggakan.Sampai-sampai aktivitas kami
yang padat memberi jarak persahabatan kami,aku melihat banyak perubahan pada
Revan. Revan yang setiap waktu selalu menghubungiku hanya untuk berdebat
denganku seakan hilang ditelan bumi. Nafas kita tercekat pada waktu kita
berpapasan,kita tak lagi mengenal siapa diri kita. Revan yang selalu kutemui di
taman sekolah seakan menghabiskan waktunya di perpustakaan. Ia sunyi pada suara
yang memanggil namanya.Dinding pertahananku runtuh oleh ragu. Mencoba
menghampirinya ditengah keramaian membuatnya pergi dengan alasan yang tak aku
mengerti sama sekali.
Aku mencoba meramal dan memperkirakan semestanya yang
berubah 180 derajat yang meninggalkan langit abu-abu,aku ragu untuk melangkah
sejauh ini. Tentang rahasia yang ia selalu dongengkan kala titik temu kami
selalu bersamaan,rahasia langit yang jemu ia hanya menggabungkan kata-kata
ramalannya tetapi membuatku percaya dan tertidur pulas melupakan sejenak penat
yang ada . Aku mencoba menghubunginya,yang semenjak tadi hanya berbunyi nada
sambung saja dan enggan diangkat olehnya. Pikiranku mulai menerka-nerka
tentangnya yang mungkin saja hanya tak ingin diganggu kegiatannya atau mungkin
dirinya sedang pergi dan lupa untuk membawa ponselnya. Ada banyak kemungkinan
yang menghantui pikiranku tentangnya.
Dan berakhir,aku mundur dengan cara menghubunginya melalui
ponsel. Aku mencoba datang kerumahnya setelah pulang sekolah. Ia tak
memberitahuku jika hari ini ia tidak masuk sekolah,dan ini membuatku bingung
memikirkannya. Dengan langkah gontai,aku pergi menuju rumahnya yang berjarak
200 km dari rumahku. Dan mendapati asisten rumah tangga yang sedang menyiram
tanaman depan rumahnya.
“Siang bi mona..” sapaku pada asisten rumah tangganya
“eh ada non ayu geulis..” sapanya padaku dengan menyeringai
“nama aku Kiana atuh bi ..” ujarku membenarkan namaku seraya
mencium punggung tangannya
“khusus dari bibi panggilnya non ayu aja ya..” ujarnya
menyeringai
“Baiklah bi…, oh iya bi.Revan ada dirumah?”
“hmm maaf atuh non ayu,mas Revan lagi ada di Singapura..”
ujarnya yang membuatku terkejut
“hah?Singapura bi?sejak kapan?tapi dia balik lagi kan
bi?kenapa Revan ke Singapura,ada apa bi?” tanyaku
“Satu-satu atuh non tanyanya,bibi bingung mau jawab yang
mana dulu..” ujar bi mona yang nampak bingung
“jawab dulu,ada apa sama Revan?”
“Mas Revan baik-baik saja non,hanya ada keperluan keluarga
secara mendadak. Jadi diminta untuk menyusul tuan dan nyonya yang sedang berada
disana..”
“Oh begitu bi..terus Revan berangkat ke Singapura sejak
kapan bi?”
“Tadi pagi non pukul 7 pagi mas Revan sudah berangkat ke
bandara..”
“Revan balik lagi kan bi?”
“Ya pasti balik dong non,kan mas Revan sekolahnya belum
selesai..”
“Oh syukurlah..tapi Revan baik-baik saja kan?”
“Baik-baik saja kok non,sehat walafiat..”
“Syukurlah..”
"Non ayu tidak tahu jika mas Revan akan ke singapura?”
“hmm tidak bi,Revan tak memberitahuku…”
“Hubungan non sama mas Revan baik-baik saja kan?”
“hah?” tanyaku heran
“maksud bibi hubungan persahabatan non..” ujar bi mona menyeringai
“oh kupikir apa bi,baik-baik saja kok bi mungkin saja Revan
lupa memberitahuku..”
“bagus deh..”
“hmm ya sudah,aku pulang ya bi. Makasih atas informasinya..”
“Loh kok langsung pulang non?padahal bibi mau ajak non minum
teh bareng loh..”
“hehehe maaf bi,aku mau selesaikan pr sekolah yang sudah
menumpuk. Lain kali ya bi..” ujarku menyeringai
“oh begitu, oke hati-hati ya non.”
“oke bi,makasih..” ujarku seraya mencium punggung tangan bi
mona
“sama-sama atuh non ayu..” ujarnya seraya mengelus puncak
kepalaku
Dengan langkah yang sangat pelan aku meninggalkan
rumahnya,yang ternyata nihil untuk aku temui. Aku perlahan rindu dengan
sikapnya sebagai peramal yang sok tahu,rindu menghabiskan waktu bermain
dengannya. Entahlah,aku tak tahu apakah dirinya merasakan hal yang sama
denganku.
Sudah seminggu,ia tak masuk sekolah. Yang membuatku semakin
bingung tanpa kehadirannya. Dengan usahaku yang selalu saja setiap waktu
menghubunginya,hanya dibuahi suara operator mengatakan ponsel si pemilik tak
aktif. Pikiranku berlari-lari mencari tentangnya,hanya rindu ingin bertemu. Itu
saja yang kuingin,apakah aku berlebihan sebagai seorang sahabat yang merindukan
sahabat lainnya? Apakah aku berlebihan merindukan kebersamaan dengannya?.
Entahlah aku tak mengerti.
Hari sabtu adalah hari dimana aku melakukan kegiatan
sesukaku,menghilangkan penat yang ada karena libur sekolah. Dengan memutar
musik yang kuputar diponsel sembari memainkan rubik ,tetapi tiba-tiba saja
ponselku berdering tanda ada panggilan masuk. Aku melihat di layar ponsel
,bahwa benar ada panggilan telpon dari seseorang yang sudah kurindukan,Revan.
“Halo?Revan?kamu dimana sekarang?”
“Hai,sudah lama ya tidak mendengar celoteh cerewetmu haha..”
“Kamu selalu saja menyebalkan,kamu sudah pulang dari
singapura?”
“Belum..”
“Kok belum rev?”
“Aku akan kembali 2 hari lagi..”
“mengapa 2 hari lagi rev?”
“mengapa kamu bertanya,kamu hanya perlu menunggu..”
“tidak begitu rev,selama kita masuk sekolah kamu menghindar
dariku,kamu tidak mengangkat telpon dariku bahkan kamu seperti tidak mengenal
aku.Aku sedih kamu berubah ..”
“maaf..”
“ki?”
“ya?”
“maaf ya,setelah aku kembali ke jakarta aku akan jelaskan
padamu..”
“ya oke,aku tunggu..”
“tahu tidak?disini tidak ada manusia yang cerewet seperti
dirimu,mereka sibuk dengan ponselnya,dan aku seperti asing dekat dengan
mereka..”
“kamu memulai lagi mengejekku,mengapa kamu tidak memulai
perbincangan dengan mereka?”
“sudah kubilang,aku asing..”
“kamu hanya tidak terbiasa berbicara dengan mereka..”
“ya,karena aku baru kenal dengan mereka”
“ajaklah mereka kenalan..”
“tidak,semesta mereka berbeda denganku..”
“rev..”
“ki..”
“sudahlah,lebih baik kamu kembali ke jakarta untuk
melanjutkan debat denganku..”
“hahahaha kamu hanya ingin terlihat menang dariku atau kamu
sedang rindu ?”
“tidak usah terlalu percaya diri…”
“ki,kamu tahu kan patung singapura?”
“ya aku tahu..”
“tadi pagi,aku berkunjung kesana untuk menyampaikan salam
kenal darimu…”
“aku tidak ingin menyampaikan salam untuk patung singa…”
“20 menit yang lalu kamu sedang memikirkan tentang negara
Singapura”
“tidak,aku sedang memikirkan teka-teki rubik yang sedang
kumainkan”
“tebakanku salah..”
“salah besar..”
“5 menit kemudian kamu akan tidur,karena kamu lelah berdebat
denganku..”
“kamu memulai lagi dengan ramalanmu yang bodoh…”
“hahahaha baiklah,ya sudah aku harus mengakhiri pembicaraan
kita. Bye ki cerewet..”
“bye revan peramal sok tahu..”
Usai sudah perbincangan kami hari ini di ponsel,menunggu
kedatangannya 2 hari lagi. Setelah hari itu,ia benar menepati janjinya untuk
kembali ke jakarta,kami bertemu kembali disekolah. Setelah melewati keheningan
yang terjadi diantara kami,kami kembali riuh. Menepikan awan-awan murung dalam
semestaku,ia sudah kembali. Ia bercerita tentang Negara Singapura,yang akan menjadi
tempat ia melanjutkan kuliahnya. Dan aku hanya termenung memikirkan
perkataannya,dan aku tak pernah ingin melarangnya untuk mengejar mimpinya. Aku
hanya ingin berpikir positif saja
“singapura dekat ki,kamu jangan risau..”
“aku setuju dan dukung kamu sepenuhnya rev..”
“aku pasti kabarin kamu..selalu..”
“hahaha baiklah,semangat!!!”
“kamu juga harus selalu semangat loh..”
“iya pasti..”
Tiba saatnya,hari kelulusan kami tiba. Dimana masa sekolahku
berakhir dan aku senang bisa lulus dengan nilai yang cukup memuaskan,begitupun
Revan. Ini adalah masa dimana aku akan berpisah dengan teman-temanku dan juga
Revan,aku tak ingin hal ini terjadi. Tapi aku harus menerimanya,menerima jarak
yang akan kami tempuh untuk selalu
bersama walau jauh. Aku melanjutkan kuliah di salah satu universitas yang ada
di jakarta yaitu Universitas merah putih,aku mengambil jurusan bisnis manajemen
sedangkan Revan mengambil jurusan ekonomi. Jika di masa Sma aku cukup akrab
dengan teman baru karena bantuan Revan,sekarang aku hanya bisa diam ditempatku
karena aku cukup pemalu. Mungkin saja ini hanya baru permulaan seminggu masa
orientasi di tempat baru,aku hanya terlihat canggung melihat orang baru.
Hari-hari baru,pada suasana yang baru yang masih belum bisa membuatku nyaman di
lingkungan baru. Butuh proses yang lama untuk beradaptasi ,setiap kali sebelum
aku memulai kegiatan,aku selalu bercerita padanya yang dijawabnya setiap 2 jam
karena aktivitasnya lebih padat dariku,tuturnya begitu.
Setiap hari aku menjalani aktivitas yang sangat bosan dan
melelahkan,sampai-sampai Revan berkata aku ini payah. Tetap saja ia
menyebalkan,tak berubah.
“Rev 2 tahun lagi ya?”
“Apa?”
“tuh kan kamu lupa..”
“hanya saja bertanya,kamu tidak jelas bertanya..”
“hmm..2 tahun lagi kita ucapin wish kita..”
“Tunggu saja..”
“Kamu beneran nepatin kan?”
“Kamu tunggu saja kiana..”
“baiklah,aku tunggu asalkan kamu benar datang untuk tepatin
janji kita..”
Tuturnya kala itu seperti bergurau. Entahlah. Aku tak
memahami pikirannya kala itu,aku hanya akan memperkirakan bahwa aku tak akan
tahu apa yang sedang dipikirkannya. Setelah 1 tahun,aku merasakan ada hal yang
berbeda darinya.Ia tak lagi seperti biasanya,ia seperti ditelan oleh bumi.
Hampa pada ruang yang tak lagi bisa kusentuh keberadaannya. Menghubunginya
hanya akan membuahkan hasil yang nihil,suara operator yang berkata bahwa nomor
sang pemilik tak lagi aktif. Setiap saat mencoba menghubunginya tetap saja
nihil,tetap saja sama. Nomornya tak lagi aktif,dirinya sudah ditelan oleh bumi.
Bahkan aku tak mengerti apa yang sedang terjadi pada sang peramal yang sok
tahu.
Aku tak lagi bisa menelusuri keberadaannya hingga pada waktu
ia menyatakan akan kembali ke Jakarta,selama 2 tahun aku hanya bisa berpikir
positif saja tentangnya bahkan aku merapalkan doa hanya untuk tahu bagaimana
dirinya. Bahkan sekalipun jarak yang memisahkan kami,sudah melipatkan rindu ini
yang sudah terlalu lama. Jarak tak dapat kulipat,karena bayangnya saja tak
mampu kugapai lagi. Mungkin saja,ia sudah tak lagi mengingatku. Jika ya,aku
harap ia akan tetap bahagia. Aku pun akan berusaha membahagiakan diriku
sendiri.
05 Juli 2019
Aku sudah memasuki semester 4 kuliah,dan aku berusaha
menikmatinya walaupun kegiatanku semakin hari akan semakin padat. Mengingat
tanggal ini,tentunya saja akan membuatku heran bahkan membuat pikiranku langsung
tertuju pada sang peramal sok tahu. Hanya memperhatikan sejumlah foto
kebersamaan kami di dinding kamarku,itu menjadi obat di kala rindu sedang sulit
untuk dipertemukan.
Sesekali aku sedih,perihal ia yang menghilang tanpa
kabar.Hanya berharap bisa bertemu kembali. Tetapi mengapa perasaanku menjadi
nyata dan berlebihan seperti ini padanya? Apakah aku sudah tenggelam terlalu
dalam,yang pada akhirnya bayangan dirinyalah yang sudah tenggelam oleh lautan.
Pukul 08.00 pagi,aku segera bersiap-siap menuju kampus. Aku
segera melupakan kegiatan merenungku tentangnya. Setelah selesai
bersiap-siap,aku segera berangkat karena pukul 10.00 kegiatan dalam kelasku
akan dimulai. Ketika aku ingin mengunci pintu rumahku,aku memutar balik tubuh
dan aku menabrak dada bidang seseorang,aku terkejut dan sangat heran siapakah
seseorang itu . Aku ingin marah lalu mencaci makinya,ia sudah menghalangi
langkahku saat ini. Kuperhatikan seseorang itu dari ujung sepatu hingga ujung
kepala,aku membulatkan mata bahwa seseorang yang dihadapanku saat ini ialah
sosok yang sudah hilang seperti sudah ditelan bumi selama 2 tahun. Aku
mengurungkan niatku untuk mencaci makinya,aku hanya terdiam menunduk dan entah
aku tak ingin mengucapkan hal apapun tentangnya.
“Hai..” ujarnya dengan ceria
mengawali pertemuan kami yang sudah lama hilang bersama angin.
“Jika ingin melangkah jangan lupa lihat-lihat..” ujarnya
mengejekku
Aku masih saja diam,dan enggan menjawab sapaannya dan juga
perkataannya
“Maaf untuk waktu-waktu kemarin,aku tak tahu harus berkata
apalagi..” ujarnya menjelaskan
Aku masih saja diam menunduk,sembari memainkan kedua
tanganku
“Jika kamu marah,aku berhak menerimanya. Katakan saja segala
sesuatu tentang diriku yang membuatmu benci..” ujarnya menjelaskan lagi
“Mengapa kamu berkata seperti itu?” tanyaku padanya berusaha
tak ingin menunjukkan wajah sedihku dihadapannya
“Aku salah ki..” ujarnya dengan nada rendah
“Salah?kamu salah dalam hal apa?” tanyaku lagi menahan derai
air mata yang akan jatuh
“aku menghilangkan jejak selama 2 tahun,agar kamu bisa
melupakan aku..” ujarnya meyakinkanku
Perkataannya membuatku benar-benar tak mengerti dengan yang
ia lakukan selama ini
“mengapa kamu berpikir melakukan hal itu?mengapa?” tanyaku
dengan nada rendah dengan masih menahan derai air mata
“HAHAHAHAHA selamat ya kamu masuk dalam jebakanku..” tawanya
menggelegar ,menertawakan wajahku yang terkejut
“Kamu tidak lucu,sudahlah aku akan terlambat masuk kelas
jika menjawab semua kebodohan ini bersamamu..” ujarku dengan datar lalu
melangkah meninggalkannya
“Kamu ingat hari ini?” tanyanya yang menghalangi langkahku
lagi
“hari ini adalah hari jumat,hari dimana aku terakhir kuliah
di minggu ini..” ujarku menjelaskan
dengan datar
Ia menarik tanganku,untuk mengikuti arah langkahnya
“Rev?kita mau kemana?” tanyaku
“kamu pasti akan tahu nanti..” ujarnya mengajakku ke depan
mobilnya
“Rev aku akan pergi kuliah,kamu tak bisa memaksaku mengikuti
arah langkahmu untuk saat ini..” ujarku menjelaskan
“waktu kedatanganku mungkin saja tak tepat saat ini..”
ujarnya
“memang tidak tepat..” ujarku dengan datar
“tapi aku hanya ingin menepati janji 2 tahun lalu ki..”
ujarnya
“lupakan saja rev,aku tak akan pernah lagi mengganggumu. Aku
pamit..” ujarku mengakhiri pembicaraan kami saat ini lalu aku meninggalkannya
“mengapa kamu menyerah?” tanyanya seraya menarik tanganku
“menyerah?aku tidak menyerah hanya saja meyakinkan,langkahku
saat ini tak lagi salah..” ujarku meyakinkannya
“Selama ini,aku berusaha mengerti dengan keadaan rev.
Keadaan aku sama kamu tak lagi sama seperti dulu,aku yang berharap kita selalu
bersama. Tapi nyatanya tidak demikian,maaf aku terlalu berlebihan padamu
sebagai seorang sahabat..” ujarku menjelaskan
Ia membalas perkataanku dengan senyuman lebarnya,ia aneh.
Aku sedang serius berbicara tetapi tetap saja,ia selalu bergurau tak pernah
serius menjawab pembicaraanku. Aku benar-benar mengurungkan niatku untuk
melampiaskan amarahku padanya. Ia kembali menarik tanganku,dan berujung aku
sudah lelah dengan sikapnya.
“Aku akan antar kamu kuliah,boleh?” tanyanya
“Jika kamu memaksa,ya sudah..” ujarku menyerah
Ia segera menyiapkan kunci mobilnya,lalu kami menaiki mobil
tersebut. Aku tak ingin lagi berdebat dengannya. Hening saja tak mengapa untuk
saat ini.
“ki kamu tak lagi takut kan jika aku mengendarai mobil?”
Aku menggeleng,dan dibalasnya kembali dengan senyuman lebar
“aku pesan,ada seseorang disamping kamu yang buat kamu tak
lagi sedih..”
“pesan?” tanyaku heran pada ucapannya
“iya aku sudah pesan pada Tuhan jauh sebelum hari ini
terjadi..”
“rev?maksud kamu apa?” tanyaku yang semakin heran
“maksud aku,itu hanya pesan yang sengaja aku tuturkan pada
Tuhan..” ujarnya menjelaskan
“makasih rev..” ujarku dengan senyuman
Ia membalasku dengan senyuman kembali,ia kembali memulai
pembicaraan sembari mengajakku bergurau. Sesekali aku tertawa karena topik
berguraunya,aku benar-benar merindukan hal ini. Dimana titik temu ini tak lagi
jauh,rinduku sudah banyak terlipat dengan jarak bahkan dengan waktu yang sudah
berganti. Aku sudah melupakan kekesalanku padanya,ia selalu saja bisa membuatku
tertawa melupakan permasalahan yang ada
“Kamu tahu?patung singapura tak bosan mengeluarkan air dari
mulutnya..”
“jelas saja tidak,patung singapura memiliki energi dari
kabel yang disambungkan maka dari itu ia tak bosan mengeluarkan air dari
mulutnya..”
“duduk diam sekalipun sofa dirumah membuatku terkantuk
tetapi itu tetap saja tak nyaman” tuturnya sembari bersandar pada kursi mobil
sembari memutar kemudi mobil
“mengapa kamu memiliki pendapat seperti itu?” tanyaku yang
sangat heran dengan tuturnya
“sofa dirumah tak dapat mendengar cerita dongengku.
Mendengar sanubariku saja ia tak bisa” tuturnya yang fokus pada lika liku jalan
“kalau begitu,berdongenglah pada kursi mobilmu” tuturku
mengejeknya
“Tidak demikian..” tuturnya dengan nada dingin
“lalu?” tanyaku yang semakin heran padanya
“Kiana,dongengku hanya suka didengar oleh telingamu.
Entahlah aku tak mengerti,saat ini aku berada di fase ternyaman dan entah
mengapa tak ada lagi yang menekanku untuk memendam ragu dalam diri saat aku
berdongeng,kau tak meracau. Dongengku tak bosan untuk kuceritakan pada telinga
yang tak pernah kau tutup oleh kedua tanganmu” tuturnya yang membuatku mematung
dan entah harus berkata apa
Tiada suara di antara kami,saat ini tuturnya menghancurkan
pikiranku yang bercabang-cabang tentangnya yang selama ini sulit aku pecahkan
teka teki tentangnya. Keadaan kami benar-benar hening saat ini
“bolehkah harapan kita diucapkan sekarang?” tanyanya
“boleh saja..” tuturku dengan senang hati
“kamu dahulu ya?”
“ah tidak,aku lebih ingin tahu harapanmu terlebih
dahulu..boleh kan?”
“hahaha baiklah jika kamu memaksa..”
“harapanku sederhana ki,sinar senyuman kamu akan selalu
terbit setelah duka-duka yang kamu terima,walaupun raga aku tak lagi disamping
kamu,aku akan selalu bersama kamu.” ujarnya menjelaskan
“maksud kamu apa?aku tidak suka dengan ucapanmu..” ujarku
merengek
“hei,itu harapanku untukmu.Kamu jangan sedih,aku sudah pesan
pada semesta akan ada pelangi setelah hujan..” ujarnya padaku seraya
mengelus-ngelus puncak kepalaku sembari matanya sesekali menatapku
“harapanmu apa?” tanyanya yang masih fokus pada lika-liku
jalan
“kita akan selalu bersama..” ujarku dengan nada rendah
Ia membalas ucapanku dengan senyuman lebarnya,aku melihat
bibirnya pucat pasi serta cairan kemerahan seperti darah keluar dari rongga
hidungnya. Sontak aku terkejut bukan main.
“revan..hidung kamu berdarah..” ujarku khawatir
Ia segera membersihkannya dengan lengan kemejanya yang
berwarna putih
“rev,kita ke dokter ya?kamu sedang sakit..” ujarku khawatir
padanya
“aku tidak apa-apa ki..” ujarnya dengan santai
“tidak rev tidak,hentikan perjalanan ini. Aku tak mau kamu
kenapa-napa..” ujarku dengan panik melihat darah selalu mengalir dari rongga
hidungnya
Ia menepikan mobil di tepi jalan,aku membersihkan hidungnya
dengan syal yang selalu ku keratkan di leherku,dengan tangan yang gemetaran aku
membaringkan kepalanya di pundakku. Ia terlihat lemah,dengan segera aku
menghubungi mobil ambulance dan keluarganya yang berada di rumah.
“ki,aku tidak apa-apa..” ujarnya dengan lemah seraya memegang
tangan kiriku
“keadaan seperti ini kamu masih menyatakan dirimu baik-baik
saja?” ujarku menahan air mata melihatnya terkulai lemah
“aku tidak apa-apa,kamu jangan berlebihan..”
“rev kamu jangan keras kepala,aku tak suka lihat kamu
pura-pura kuat didepan banyak orang..” ujarku padanya ,aku tak tahan lagi untuk
menumpahkan air mata ini
Di keadaan seperti ini ia masih saja memberikan senyuman
lebar miliknya padaku
“aku lebih tidak suka melihatmu menangis seperti ini,lekas
bersihkan air matamu..”ujarnya padaku seraya
15 menit kemudian mobil ambulance yang kuhubungi
datang,dengan segera aku keluar dari mobil lalu merangkulnya menuju mobil
ambulance dibantu oleh beberapa perawat. Tak lama kemudian sebuah mobil
berwarna putih menghampiriku,ketika pintu mobil tersebut dibuka keluarlah
wanita dengan wajah sedihnya serta laki-laki dengan wajah tegarnya disampingnya menghampiriku. Wanita itu
memelukku dengan erat. Aku meyakini mereka adalah orang tua Revan,karena selama
aku bersahabat dengannya kedua orang tuanya berada di Singapura ,sementara di
Jakarta ia tinggal bersama kakek dan neneknya.
“kamu kiana?”
“benar tante..”
“mari ikut bersama kami di mobil. Biarkan Revan bersama
perawat. Ada satu hal yang ingin kami bicarakn padamu..” ujar ibu Revan
“baik tante..”
Selama di perjalanan kedua orang tua Revan menjelaskan apa
yang terjadi pada Revan selama ini, aku menahan air mataku untuk tidak tumpah kembali,aku ingat pesannya
untuk tidak menangis. Aku mencoba menerima hal ini.
“revan kanker otak stadium akhir..” ujar ayah Revan
“Selama 2 tahun revan kemoterapi di Singapura,itu mengapa ia
tak mau kamu tahu mengenai hal ini. Revan tak suka lihat orang menangis
karenanya..” ujar ibu Revan
“maafin revan ya nak,jika revan salah sama kamu..” ujar ayah
Revan
“revan tidak salah om,hanya saja aku terlambat mengetahui
hal ini..” ujarku
“setiap revan datang ke singapura,selalu saja ia menulis
cerita dongeng di dalam buku catatannya. Ia selalu bilang ada pendengar cerita
dongengnya yang tak bosan mendengar ceritanya..”
Mendengar hal itu aku sangat terkejut,harapanku seakan
hancur berkeping-keping. Bahkan aku tak mengerti lagi dengan perasaanku saat
ini,berkombinasi dan sulit untuk aku telusuri. Aku mencoba mencerna
perkataannya selama kami dalam perjalanan tadi,aku menemukan beberapa perkataannya
yang aneh. Mengapa ia mencoba menghindariku selama 2 tahun?mengapa hanya aku
yang tak diperbolehkan tahu tentangnya selama 2 tahun terakhir? Malam-malam
yang aku lewati,aku selalu berharap kamu baik-baik saja,pertemuan yang ku
dambakan ialah pertemuan yang indah.Hari ini tepat harapanmu diucapkan,aku
benar-benar menemukan jawaban teka-teki yang selama ini kucari. Mengapa jawaban
ini terlalu sesak dan terlalu menyakitkan? Mengapa?
Aku tak sanggup melihat raganya yang terkulai lemah dengan
beberapa alat medis yang dipasangkan pada tubuhnya,sinar fajar yang selalu
kulihat setiap hari sedang terkulai lemah sekarang. Kuperhatikan wajah pucat
pasinya,membuatku sulit menerima kenyataan yang ada. Aku duduk disamping ranjangnya,menggenggam
jari-jarinya yang tak bergerak sama sekali.
“jika saja tuan putri kemarin sedang sedu sedan menanti
kedatangan pangeran senja,apakah ini juga sama terjadi padaku?aku harap
pertemuan ini akan indah rev,aku udah temukan teka teki yang selama ini aku
cari,aku sudah temukan itu pada setiap ucapanmu..” ujarku seraya mengusap air
mata
Aku merasakan genggaman tanganku dibalasnya,sinar senyumannya
kembali terbit pada wajah pucat pasinya. Aku membalasnya dengan senyuman
kembali.
“duka ini akan segera berakhir kiana..” ujarnya terbata-bata
Aku kembali menumpahkan air mataku seraya menggenggam
tangannya,tangan kirinya mengelus puncak kepalaku,memainkan rambut pendekku
yang tergerai begitu saja.
“cerita dongengku akan usai..”
“mau dengar?”
Aku menganggukan kepala,ia tak memulai bercerita melainkan
memberikanku sebuah catatan padaku
“aku tak ingin bercerita,aku hanya ingin kamu membacanya
dari awal hingga terakhir..” ujarnya
Aku meraih catatan tersebut,lalu membuka awal pembuka dari
cerita tersebut. Aku membacanya,hingga aku menemukan beberapa bagian cerita
yang sama dengan kejadian-kejadian yang terjadi bersamanya. Aku tak tahu harus
berkata apalagi.
“cerita ini mirip dengan kejadian aku terperosok dalam
selokan belakang rumah,sedikit berbeda sih tuan putri tersandung batu sedangkan
aku ..ah sudahlah aku terlalu percaya diri..” ujarku berkata sendiri
“cerita dongeng ini,cerita kebersamaan kita..kamu benar
ki,kamu tidak berlebihan hanya saja aku yang berlebihan..” ujarnya seraya
tersenyum lebar
“berhenti salahkan dirimu rev..” ujarku dengan nada rendah
“tuan putri,sudah kupesan agar bahagiamu tak akan berakhir
setelah ini..jangan menangis lagi ya,aku tak ingin melihatmu menangis.. ”
ujarnya
“rev,teka teki yang selama ini aku cari ialah kamu,kamu
sulit ditebak bahkan kamu adalah cuaca yang sulit untuk aku sentuh. Kamu
terlalu sulit untuk aku raih..” ujarku menjelaskan
“sekarang kamu sudah meraihnya,aku harap kamu tak berhenti
sampai disini. Kamu harus berlari keluar dari posisi ternyamanmu. Cerita
dongengku tak akan usai sampai disini,lanjutkan ya..” ujarnya
“mengapa kamu menyerah?kita bisa hadapi bersama bukan?”
tanyaku dengan tangis
“pangeran senja harus pamit, ia akan kembali dengan sinarnya
yang membuatmu tak lagi sedu sedan..” ujarnya dengan nada rendah seraya menggenggam
tanganku
Setelah ucapan yang dikatakannya aku merasakan genggaman
tangannya melemah,alat medis yang dipasangkan pada tubuhnya menyatakan bahwa
detak jantungnya melemah. Aku berusaha berlari mencari dokter dan perawat. Dokter menyatakan bahwa nyawanya tak bisa
diselamatkan lagi
Kenyataan ini sulit aku terima,pangeran senja pamit pada
waktunya . Ia pergi meninggalkan duka,dan ini sulit untuk kuterima. Teka-teki
darinya sudah berhasil kupecahkan,potongan teka-tekinya ialah kenyataan yang
harus kuterima.
Dukamu tak akan lagi abadi
Sudah kupesan pelangi setelah hujan
Sudah kupesan semesta akan menari-nari bersamamu
Sudah kupesan raga disampingmu yang menemanimu sepanjang
waktu
Aku pamit
Tak berarti aku tak kembali
Aku kembali memberimu sinar fajar setiap waktu
Itu sudah kupesan
Aku tak mau kau gundah
Jangan lagi meratap
Kau harus berlari
Kejar anganmu lebih pasti…
Kupesan, jadilah seperti Nirmala pada malam hari
Ia tetap datang bahkan tetap bersinar
Walaupun malam mencekam
Ia bukan lagi peramal sok tahu,ia senja yang selalu kunanti
kedatangannya kala langit muram bernaung pada semestaku,ia tak kehabisan cara
memulai topik bergurau .Ia bergurau dengan caranya tidak dengan perasaannya.
Kisah sebentar kemarin akan bersua pada
pelangi di langit semestaku setiap hari. Teduh diantara dinginnya waktu-waktu
yang kubiarkan mematung,teduh dikatakan sebentar walau tahu kenyataan yang
ada,tak lagi sama pada pikiranku. Ini adalah waktunya dimana aku tak lagi
meratapi kepergianmu,aku usahakan untuk pergi berlari dari zona ternyamanku
saat ini.
Terima kasih pangeran senja…
Hai guys!!! aku menghadirkan karya baru berupa cerpen. Oh iya cerpen ini juga terbentuk dari beberapa puisiku yang kusatukan hingga berbentuk cerpen ini hehehe. Selamat membaca,mohon krisarnya ya kawan. Mohon maaf ya jika ini abstrak hehe :)
Thank`s to promotion :) and thank`s you come to my blog hehe :)
BalasHapus