Rabu, 18 September 2019

Teka Teki Cerita Dongeng - Cerpen



Pict by : vyxxjc_





Kemarin kau sulit ditebak
Hari ini kau diam menatap awan putih tanpa alasan jelas
Besok lusa kau tertawa
Entahlah ini hanya perkiraan saja
Seperti iklim dan cuaca yang diperkirakan setiap harinya
Kau adalah cuaca yang sulit ditebak bagi warga bumi

Hari-hari yang kujalani selalu saja menjadi bagiannya,bagian dari raga lain yang menemaniku melakukan hal-hal gila.Contohnya pada hari ini, pada siang hari yang sangat terik di sudut rumahku terdapat sebuah ayunan yang setiap hari menjadi tempatku di kala bosan .

Ditemani semilir angin yang begitu damai,sembari bersenandung irama lagu asal yang berputar di kepalaku ,aku mengayunkan tubuhku diatas ayunan seperti terbang diatas langit.

“nanananana burung diudara terbang begitu damai..terbangkan aku ….terbangkan aku..” ujarku sembari meracau tak jelas

“Terbangkan aku ke langit birumu yang begitu damai,biar aku tenang menatap langit biru yang terlukis pada cakrawalaaaaa nananana ….” Ujar suara yang tak asing lagi di telingaku

Aku pun menghentikan kegiatanku mengayunkan tubuhku diatas ayunan,aku menoleh ke belakang dan mendapati raga lain yang tak asing untuk aku kenali. Revan.

“Kok berhenti?” tanya Revan dengan heran

“Suara kamu aneh dan terdengar sumbang..” ujarku dengan datar

“Oh maaf aku merusak kegiatanmu kali ini,sekarang kamu boleh bernyanyi lagi sesukamu tanpa ada yang mengganggu” ujarnya sembari menyandarkan tubuhnya pada sebuah kursi yang terdapat di sebelah ayunan  dan menempelkan sebuah headset pada kedua telinganya

Aku pun menghentikan kegiatannya dengan beranjak dari ayunan lalu menggenggam kedua tangannya

“Kamu ingin merusak kegiatanku  karena aku mengganggumu tadi?” tanya Revan menatapku dengan penuh tanya

“Ya,skor kita satu sama sekarang” ujarku sembari melepaskan genggamanku pada kedua tangannya

Revan menyunggingkan senyumannya yang terlihat jahat dan jahil,lalu aku meninggalkannya di halaman depan rumahku

Revan ialah sahabat masa kecilku semenjak kedua orang tua kami menjadi sahabat semenjak masa putih abu-abu. Sulit untuk meyakini setiap ocehan teman-teman kami bahwa kami tak ada  hubungan spesial lebih dari seorang sahabat. Revan itu seperti abang,sahabat dan teman debat bagiku. Aku dan Revan sudah hampir 9 tahun bersama di sekolah yang sama dan sekarang ditambah  2 tahun  aku memasuki masa putih abu-abu dengannya ,jika dijumlah sudah 11 tahun kami bersama sebagai seorang sahabat, bosan melihat wajahnya sudah pasti. Dan sekarang lagi dan lagi aku sekelas dengannya,dan dialah yang menjadi temanku kala aku masih saja malu memperkenalkan diri pada teman baru. Selama  11 tahun,segala tentangnya aku hafal. Segala rahasia tentangnya aku tahu. Dan aku mengetahui rahasianya bermain curang. Bermain papan ludo,saat kita belum menentukan siapa yang hendak bermain terlebih dahulu,ia memainkan catur ludonya dengan mengocok dadu terlebih dahulu. Jelas aku tak pernah lagi merasa asing dengan sikap rahasia miliknya ini.

Kami memang selalu bersama tapi kami selalu berdebat setiap saat ,dan ia tak pernah ingin kalah dariku.

“Revannn kamu curanggg..” teriakku padanya kala ia merebut posisi ludoku

“Hahahahaahaha horeee ludoku sebentar lagi menang..” teriaknya dengan girang

“Kamu curanggg” ujarku dengan kesal sembari meletakkan gelas air putih dengan keras di atas meja

“Skor kita 2-1 sekarang..” ujarnya dengan sombong

“Kamu ingin mewakili posisi ludoku tetapi kamu berlaku curang,aku tak suka..” ujarku dengan kesal

“Itu hanya pemanasan,yuk kita ulangi lagi.Gimana?” ujarnya dengan nada rendah

“Ya sudah,janji ya kamu tidak curang lagi?”

“Janji..”  ujarnya dengan senyum merekah yang kubalas dengan anggukan kepala saja

Revan memiliki sikap yang aneh,ia sangat suka membuatku kesal karena tindakannya yang jahil. Tetapi,ia juga memiliki sikap yang teduh meskipun sikapnya tak pernah ingin mengalah dariku. Ia tak pernah membiarkanku marah terlalu lama karena kejahilannya.Revan juga menjadi pendengar cerita dongengku,segala sesuatu yang ingin aku lakukan ia tahu bahkan ia juga bisa memperkirakan apa yang sedang aku pikirkan. Terkadang tebakannya tepat sasaran,dan paling banyak melewati sasaran alias salah. Dia seperti peramal tetapi bukan peramal,ia hanya bertindak sok tahu agar ia tak kalah dariku.

Kami mengakhiri permainan ludo yang berlangsung hanya 30 menit saja,yang bisa dikatakan aku yang mengakhiri permainan itu setelah Revan telah memasukan 2 ludonya pada posisi yang sengit denganku. Posisi ludonya akan menjadi bukti ia akan menang,tetapi lantaran bosan aku mengakhirinya begitu saja tanpa tahu siapa pemenangnya dan Revan hanya membuang nafasnya karena lelah. Tetapi aku tak melihat sama sekali wajah marahnya,ia hafal sekali dengan sikap bosanku pada suatu kegiatan.
Lalu aku mengambil laptop untuk melakukan kegiatan yang biasa aku lakukan setelah bosan dengan hal apapun. Menggambar .
Revan membututi segala aktivitasku,aku tak pernah melihat dirinya bosan melihat aku selalu berubah-ubah dalam melakukan kegiatan. ia tetap saja Revan peramal yang sok tahu dengan apa yang kupikirkan ,aku lakukan. Ia akan tetap sok tahu sebagai seorang peramal.

“Jadi menurut kamu aku pilih latar warna apa?” tanyaku padanya sembari menunjukkan sebuah gambar karyaku di layar laptop

“Sebentar aku bisa pikirkan,hmm…. coba kamu pakai warna biru lalu kamu gradasikan dengan warna kuning..” ujarnya menatap layar laptopku

“Jika aku gradasikan, itu hanya akan membuat warna hijau,kamu ini aneh tak mungkin langit berwarna hijau …” ujarku  dengan protes dan menjelaskan

“kalau kamu tahu,mengapa juga kamu bertanya padaku?” tanyanya yang membuatku kesal mendengarnya

“aku hanya bertanya,siapa tahu kamu sudah tak lagi aneh hari ini..” ujarku tak mau kalah

“Aku tak aneh,mungkin saja kita tak tahu apa maksud dan arti keanehan kita ini..” ujarnya dengan santai

“Sudahlah,kamu akan memulai lagi dengan penjelasan abstrakmu..” ujarku sembari menutup layar laptopku lalu beranjak berdiri meninggalkannya menuju dapur

“Mengapa kamu berhenti?” tanyanya yang menghentikan langkah kakiku

“Aku lapar rev..” ujarku dengan nada rendah

“Baru saja aku memperkirakan apa yang kamu pikirkan..karena baru saja aku mendengar suara demo dari perutmu hahahaha..apa yang kuramal benar..” ujarnya dengan girang

Jelas saja,ia berulah lagi dengan sikapnya yang sok tahu sebagai seorang peramal. Itulah yang membuatku terkadang tak ingin berlama-lama bermain dan bertemu dengannya karena ia akan menjadi seorang peramal yang sok tahu. Tetapi walaupun sikap sok tahunya sangat menyebalkan,aku tak pernah bisa marah terlalu lama dengannya,hanya saja tertawa ataupun menggelengkan kepala akibat ulahnya.

Setelah 20 menit,aku kembali di hadapannya membawa nampan yang berisi 2 mangkuk mie instan  rebus dengan telur rebus di dalamnya dan 2 mangkuk krim sup dan 2 gelas es jeruk. Ia yang sedang asyik memainkan rubik,tiba-tiba menghentikan kegiatannya yang kuakui ia tak fokus dengan aroma makanan yang aku bawakan.

“Terimakasih,kamu sudah lulus menjadi pelayan restoran” ujarnya padaku sembari tersenyum lebar

“Hahaha pasti kamu tak fokus memainkan rubikmu karena mencium aroma makanan ini.” Ujarku menyeringai

“kamu sok tahu,aku bosan..” ujarnya yang lagi-lagi tak mau kalah

“Ya sudah,lebih baik kita isi amunisi dulu..” ujarku sembari meletakkan makanan dan minuman tersebut diatas meja ruang tamu

Lalu ia segera mengambil es jeruk dan meneguknya sampai setengah,aku hanya tertawa saja melihat pipinya yang mengembung lantaran menahan es jeruk dalam mulutnya. Aku menaruh mangkuk mie instanku tepat dihadapanku,lalu aku segera menyantapnya dengan lahap.

“Menyantap mie instan begitu lahap,kamu mengalahkan posisi pembalap rossi . Sepertinya,kecepatannya 80 km per 1 menit. Hahaha aku sudah bisa sampai Belgia kalau seperti itu”

Sungguh dirinya sangat menyebalkan,dengan mulut yang masih penuh dengan mie instan aku menatapnya dengan kesal. Ia menertawai ekspresiku saat ini,dengan terburu-buru aku kunyah makanan itu lalu aku meneguk es jeruk sampai setengah.

“hahaha hari ini aku tidak memesan ekspresi singa marah padamu…” ujarnya meyeringai

Aku tak menjawabnya,aku bosan berdebat dengannya. Aku melanjutkan kegiatanku melahap mie instan,mengalahkan ia yang masih menyisakan setengah porsi mie instan. Ia tak heran dengan sikapku yang berubah seperti ini,ia memiliki caranya sendiri agar sikapku kembali normal seperti biasa yang ia kenali.
“skor kita 2 sama hahahaha” ujarku dengan girang dan tak mau kalah
Melihat mangkukku kosong dan mendengar suara skor,ia segera melahap mie instan dengan semangat tanpa jeda. Aku tertawa melihatnya yang kalang kabut menghabiskan mie instan dan juga krim sup. Astaga aku lupa menghabiskan krim supku,aku melupakan itu. Dan aku segera melahap habis krim sup itu,yang tanpa aku sadari ia lebih dulu menghabiskan krim sup itu. Lagi dan lagi aku kalah darinya yang tak mau kalah dariku.
“Skor 3-1,kamu masih kalah dariku” ujarnya menyeringai dan sombong

“hmm baiklah..”

“kiana,ini hanya permainan. Kamu tak perlu serius untuk hal ini,aku hanya bercanda mengejekmu..”

“ya aku mengerti,sudahlah lupakan..” ujarku datar sembari memainkan sendok diatas mangkuk mie instan

“lupakan permainan ini atau melupakan kebersamaan kita?” tanyanya yang membuatku menoleh 180 derajat menghadapnya

“Aku tak ingin keduanya..” ujarku cepat

“lalu kau ingin apa?”

“ingin saja berlibur,tetapi kamu kan tahu ayah sama ibu keluar kota meninggalkanku sendiri dirumah..” ujarku dengan nada rendah

“kan ada aku ki disini,ki tuan putri dalam dongengku sedang sedu sedan menanti waktu bertemu dengan pangeran senja..”

“bilang pada tuan putri ia akan bertemu dengan pangeran sebentar lagi, tapi tetap saja aku ingin berlibur rev..”

“baik tuan putri..” ujarnya padaku sembari menyeringai

“aku kiana bukan tuan putri..ayolah kita pergi ke pantai..” ujarku merengek

“Pantai ramai loh ki,nanti kamu hilang lagi..”

“Rev aku sedang tidak bercanda,aku ingin ke pantai menatap sunset”

“Hmm kamu ini pecinta drama,itu mengapa kamu mudah sekali terbawa perasaan..”

“Terserah kamu rev..” ujarku acuh tak acuh

“Baiklah kita pergi sekarang..” ujarnya seraya menggenggam tanganku

“hah?sekarang?”

“iya kiana..”

“sebentar lagi pukul 5 sore loh..”

Dengan gerakan cepat aku berlari ke kamarku untuk mengganti pakaian. Lalu menarik Revan  yang sedang asyik memainkan ponselnya menuju halaman luar rumah. Revan hanya mengikut saja kemana langkahku pergi,ia juga tak protes menuruti kemauanku.

“Rev?”

“ya?”

“kita naik apa ya kesana?”

“naik mobil dong..”

"oh,kamu tadi kerumahku diantar supir ya?”

“tidak..”

“lalu kita naik mobil siapa?”

“kamu itu aneh ya ki,cerewetmu itu bakalan terus menghantui aku nih sampai pantai..” ujarnya sembari tertawa

“aku kan bertanya,kita naik mobil siapa?aku hanya bertanya seperti itu kamu bilang cerewet,kamu aneh rev..” ujarku membalikkan kalimatnya

Ia menuntunku ke depan mobil sedan berwarna hitam yang terparkir di depan rumahku. Aku berdiri mematung,kala ia mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya.

“Ki?kok kamu melamun?ayo masuk..” ujarnya

“hah?apa?ma-masuk?” ujarku menatapnya dengan tak percaya

“ya iya dong ki,masa iya kamu aku taruh diatas mobil?”

“hahaha iya juga ya rev..ta-tapi ini supir kamu kok gak ada?” tanyaku sembari tertawa kikuk

“aku supirnya..” ujarnya dengan senyum yang merekah

“hah?”

Aku kaget sekali mendengarnya,lantaran semua rahasia tentangnya aku tahu.Tetapi mengapa aku baru tahu ia bisa mengemudikan mobil,aku baru  mengetahuinya?

“hahahaha wajar kok kamu kaget ki,aku sengaja tidak memberitahumu. Karena aku mau ini jadi surpriseeeee…” ujarnya dengan girang

“tenang ki,aku akan mengemudikan mobil ini sampai pantai dengan selamat..” ujarnya lagi

“Ulang tahunku kan sudah lewat rev..” ujarku dengan heran

“ya tapi gapapa,aku hanya ingin kamu terkejut haha. Ya sudah kita harus pergi sekarang “ ujarnya seraya melangkah dan menduduki posisi kemudi

Aku yang masih sangat kaget dengan rahasia ini menjadi kikuk ,entah harus melakukan apa. Seakan-akan keinginanku pergi ke pantai,menjadi urung untuk aku niatkan. Ia yang menatapku dari dalam mobil,keluar lagi untuk menemuiku.

“ki kok kamu malah diam? Sebentar lagi mau sunset loh..”

“eh iya aku jadi lupa ya hehe..” ujarku menyeringai sembari menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.

Ia membukakan pintu mobil tepat disebelah kursi kemudi,lalu menuntunku untuk memasuki mobil tersebut. Ia pun kembali menduduki kursi kemudi tepat di sebelahku.

“Ki?kamu percaya kan sama aku?” tanyanya yang membuyarkan pikiranku saat ini

Aku menoleh padanya dengan wajah datar

“ki aku tahu kamu pasti melarang aku menyetir mobil karena aku masih pelajar,tapi jauh sebelum aku masuk sma papa ajarin aku untuk mandiri. Walaupun aku masih terlalu dini untuk belajar mengemudikan mobil. Aku sudah dua tahun belajar mengemudikan mobil sendiri,dan jarang sekali menggunakan mobil di jalan raya hanya didekat pekarangan rumah saja. Tapi aku mau meyakinkan kamu,kalo aku bisa jadi teman kamu yang bisa menemani kamu kemanapun..”

“Makasih rev, aku percaya sama kamu.. Tapi aku takut kamu kenapa-napa rev..” ujarku cemas

“Ki,kamu tenang aja aku bakalan baik-baik saja. Kamu jangan khawatir ya?buktinya sekarang aku ada disamping kamu,aku baik-baik saja kan? Sudahlah tepikan khawatirmu dari dalam pikiranmu,oke?” ujarnya meyakinkanku

“i-iya deh rev..” ujarku dengan nada rendah

“oke,baiklah kita berangkat sekarang kapten?” tanyanya padaku

“meluncur kapten,tapi pelan-pelan saja ya hehe..” ujarku menyeringai

“siap kapten..” ujarnya yang  mulai memutar setir mobil

Sepanjang  perjalanan, Revan mengemudikan mobil tersebut dengan sangat pelan dan aku pun bisa menghilangkan rasa takutku dan pikiran negatifku  tentangnya sekarang. Ia kembali berdongeng sesuka hatinya,aku hanya tertawa mendengrnya. Ia pemikir keras,sampai melompat saja ia imajinasikan terlebih dahulu. Semestanya aneh sekali. Aku benar-benar tak bisa mendeskripsikan waktu-waktu ini bersamanya.

Dongengnya membuatku terkantuk pada kediamanku,aku sulit untuk beranjak kala anganku sudah menjemputku untuk pergi berlari mengejar angan.

“Ki kamu masih tidak percaya denganku?” tanyanya padaku yang menghilangkan rasa kantukku

“Percaya rev,percaya kok percaya kamu bisa membawaku sampai pantai dengan selamat” ujarku meyakinkannya

“oh oke,tapi kok kamu dari tadi aku perhatiin, kamu pegangin sabuk pengaman erat banget? Kamu juga mengantuk..” tanyanya yang membuatku mematung

“Hehe sabuk pengamannya itu bikin aku aman makanya aku pegangin rev. Kamu kan tahu aku akan terlihat nyaman pada posisi seperti ini,itu mengapa aku akan  mudah tertidur” ujarku menyeringai menepis pertanyaannya yang akan menjebakku

“oh begitu..”

“ya benar” ujarku dengan cepat

“iya aku paham sekarang,tapi jawabanmu ambigu ki.” ujarnya

“hmm sebenarnya aku takut rev,waktu kamu bilang kamu yang mengemudikan mobil. Aku takut kamu masih belum fasih mengemudi,terus karena keinginanku ini kamu menjadi nekat mengemudi mobil..” ujarku jujur menjelaskan

“Ki,ketakutan memang jadi penghalang bagi setiap orang untuk melangkah ke depan. Tapi ketakutan kamu  bakalan hilang,jika kamu membuang jauh-jauh rasa takut kamu dalam pikiran kamu. Hidup ini pilihan ki,kamu mau takut atau kamu mau melangkah ke depan membuang jauh rasa takut kamu?mungkin pernyataan aku kali ini sulit untuk kamu percaya sekarang,tapi aku akan berusaha supaya kamu bisa percaya sama aku. Aku terima kok penjelasan kamu..” ujarnya menjelaskan dan meyakinkanku dengan senyuman lebarnya

“ya kamu benar Rev,aku hanya berlebihan saja”

Setelah 30 menit perjalanan,kita sampai di tempat tujuan dengan selamat,pantai yang kami kunjungi memang dekat dari rumahku,jadi hanya membutuhkan waktu 30 menit saja untuk sampai ke tempat tujuan. Hilang sudah apa yang aku pikirkan tadi,aku menatapnya  dengan senyuman lebar.

“Makasih rev,kamu sahabat yang sangat baik buat aku..” ujarku dengan senyuman lebar

Ia membalas dengan anggukan dan senyuman lebar seraya bersiap-siap untuk keluar dari mobil yang sudah ia parkirkan. Aku juga segera keluar dari kediamanku pada kursi mobil,lalu aku melihat langit yang sudah gelap

“Sekarang sudah pukul 17.35 menit ki..”

“Senja akan pamit meninggalkan langit rev..” ujarku dengan lesu

“Sekalipun ia pamit,ia akan kembali esok dengan semburat sinar yang membuatmu tak lagi sedu sedan menatap kepergiannya..” ujarnya

Ia merangkul pundakku,menuntunku ke tepi pantai yang ramai oleh pasang mata yang menyaksikan detik-detik perginya senja. Desiran ombak yang begitu damai,membuatku tak ingin beranjak dari tempat ini. Ia melepaskan rangkulannya pada pundakku.

“Kenapa senja pamit terus datang lagi esok sore?” tanyaku

“Ia hanya diberi jadwal pada waktu sore,ia datang memberitahu ketika pergi pun ia pamit. Aku salut sama senja,ia memiliki sopan santun yang baik..” ujarnya seraya fokus menatap pemandangan didepannya

“hahahahahaha Revannnn kamu ih,aku serius tahu bertanya padamu..”

“Ya aku serius ki,kamu yang bercanda..”

“maksud kamu?”

“maksudnya aku jawab yang tadi serius,tidak bercanda..”

“oh baiklah..”

Sekarang tepat pukul  6 sore ,langit sudah gelap dan menunjukkan senja akan pamit dari langit. Aku dan Revan menatap fokus pemandangan yang ada di hadapan kami sekarang. Sangat indah dan tak dapat aku lewatkan walau hanya sedetik saja.

“Ki mau ngucapin wish gak?”

“harapan?”

“yaps..”

“saat ini?” tanyaku bingung

“365 tahun lagi ki,kayak rotasi neptunus untuk berhadapan dengan matahari..” ucapnya seraya menatap fokus pemandangan pantai kala sunset

“yah..lama dong.Aku serius revan…”

“hahaha kita ucapkan harapan kita waktu senja benar-benar tenggelam gimana?”

“ucapkan dalam hati atau teriak?”

“Teriak saja biar kita tahu harapan dari masing-masing kita apa?gimana?”

“tapi aku tidak mau kamu tahu harapan aku rev hehe..”

“hmm baiklah kita ucapkan saja dalam hati..”

“setuju kapten!”

Kita menghitung dalam hati sembari menyaksikan tenggelamnya senja dari hadapan kami. Aku penasaran dengan harapan Revan,tapi entah mengapa aku masih saja menahan rasa penasaranku tentangnya walaupun segala rahasia tentangnya aku tahu. Ia menoleh padaku untuk meyakinkanku mengucapkan harapan kala senja pamit tenggelam.

“1..2..3 “ ujarnya

Kami menutup mata sembari mengucapkan harapan kami untuk waktu yang akan datang,dan nampak langit sudah gelap tanda sore akan berganti malam.

“Harapan kamu apa ki?”

“rahasia dong..”

“oh oke,rahasia ya..”

“kalo kamu rev?”

“rahasia dong,kita bakalan ucapin harapan ini 2 tahun lagi bagaimana?”

“Hmm cukup lama,tapi tak mengapa agar kita tahu harapan mana yang akan tercapai lebih dahulu. Harapan aku atau harapan kamu?”

“5 juli 2019 kita akan mengucapkan harapan kita bersama?”

“yaps,sekarang 5 juli 2017,2 tahun lagi kita ucapkan harapan itu. Akan aku tulis di catatanku..”

Ia menganggukkan kepalanya pertanda setuju dengan ucapanku,setelah melihat sunset di tepi pantai disertai desiran ombak. Menyisakan sebuah kisah yang membuatku akan selalu ingat hari ini,melihat senja bersamanya ,berdebat lagi dengannya bahkan hari ini dia menghapus ramalannya mengenai aku. Revan yang kukenal hari ini,adalah Revan yang tak sok tahu. Kami pulang, aku tak lagi takut melihatnya mengendarai mobil miliknya,Revan memang memiliki cara agar aku  tenang walaupun semestaku berkecamuk ketakutan.

Setelah hari itu,kami kembali lagi dengan aktivitas sekolah kami yang padat seperti jalanan Jakarta. Dengan padatnya aktivitas kami dikelas 12 SMA,walaupun kami sekelas. Waktu kami terbatas untuk bersama,dihalangi oleh deadline tugas. Kami sulit untuk bertemu kala kami bergelut pada kefokusan yang sama,lulus dari sma dengan nilai yang membanggakan.Sampai-sampai aktivitas kami yang padat memberi jarak persahabatan kami,aku melihat banyak perubahan pada Revan. Revan yang setiap waktu selalu menghubungiku hanya untuk berdebat denganku seakan hilang ditelan bumi. Nafas kita tercekat pada waktu kita berpapasan,kita tak lagi mengenal siapa diri kita. Revan yang selalu kutemui di taman sekolah seakan menghabiskan waktunya di perpustakaan. Ia sunyi pada suara yang memanggil namanya.Dinding pertahananku runtuh oleh ragu. Mencoba menghampirinya ditengah keramaian membuatnya pergi dengan alasan yang tak aku mengerti sama sekali.


Aku mencoba meramal dan memperkirakan semestanya yang berubah 180 derajat yang meninggalkan langit abu-abu,aku ragu untuk melangkah sejauh ini. Tentang rahasia yang ia selalu dongengkan kala titik temu kami selalu bersamaan,rahasia langit yang jemu ia hanya menggabungkan kata-kata ramalannya tetapi membuatku percaya dan tertidur pulas melupakan sejenak penat yang ada . Aku mencoba menghubunginya,yang semenjak tadi hanya berbunyi nada sambung saja dan enggan diangkat olehnya. Pikiranku mulai menerka-nerka tentangnya yang mungkin saja hanya tak ingin diganggu kegiatannya atau mungkin dirinya sedang pergi dan lupa untuk membawa ponselnya. Ada banyak kemungkinan yang menghantui pikiranku tentangnya.

Dan berakhir,aku mundur dengan cara menghubunginya melalui ponsel. Aku mencoba datang kerumahnya setelah pulang sekolah. Ia tak memberitahuku jika hari ini ia tidak masuk sekolah,dan ini membuatku bingung memikirkannya. Dengan langkah gontai,aku pergi menuju rumahnya yang berjarak 200 km dari rumahku. Dan mendapati asisten rumah tangga yang sedang menyiram tanaman depan rumahnya.

“Siang bi mona..” sapaku pada asisten rumah tangganya

“eh ada non ayu geulis..” sapanya padaku dengan menyeringai

“nama aku Kiana atuh bi ..” ujarku membenarkan namaku seraya mencium punggung tangannya

“khusus dari bibi panggilnya non ayu aja ya..” ujarnya menyeringai

“Baiklah bi…, oh iya bi.Revan ada dirumah?”

“hmm maaf atuh non ayu,mas Revan lagi ada di Singapura..” ujarnya yang membuatku terkejut

“hah?Singapura bi?sejak kapan?tapi dia balik lagi kan bi?kenapa Revan ke Singapura,ada apa bi?” tanyaku

“Satu-satu atuh non tanyanya,bibi bingung mau jawab yang mana dulu..” ujar bi mona yang nampak bingung

“jawab dulu,ada apa sama Revan?”

“Mas Revan baik-baik saja non,hanya ada keperluan keluarga secara mendadak. Jadi diminta untuk menyusul tuan dan nyonya yang sedang berada disana..”

“Oh begitu bi..terus Revan berangkat ke Singapura sejak kapan bi?”

“Tadi pagi non pukul 7 pagi mas Revan sudah berangkat ke bandara..”

“Revan balik lagi kan bi?”

“Ya pasti balik dong non,kan mas Revan sekolahnya belum selesai..”

“Oh syukurlah..tapi Revan baik-baik saja kan?”

“Baik-baik saja kok non,sehat walafiat..”

“Syukurlah..”

"Non ayu tidak tahu jika mas Revan akan ke singapura?”

“hmm tidak bi,Revan tak memberitahuku…”

“Hubungan non sama mas Revan baik-baik saja kan?”

“hah?” tanyaku heran

“maksud bibi hubungan persahabatan non..” ujar bi mona menyeringai

“oh kupikir apa bi,baik-baik saja kok bi mungkin saja Revan lupa memberitahuku..”

“bagus deh..”

“hmm ya sudah,aku pulang ya bi. Makasih atas informasinya..”

“Loh kok langsung pulang non?padahal bibi mau ajak non minum teh bareng loh..”

“hehehe maaf bi,aku mau selesaikan pr sekolah yang sudah menumpuk. Lain kali ya bi..” ujarku menyeringai

“oh begitu, oke hati-hati ya non.”

“oke bi,makasih..” ujarku seraya mencium punggung tangan bi mona

“sama-sama atuh non ayu..” ujarnya seraya mengelus puncak kepalaku

Dengan langkah yang sangat pelan aku meninggalkan rumahnya,yang ternyata nihil untuk aku temui. Aku perlahan rindu dengan sikapnya sebagai peramal yang sok tahu,rindu menghabiskan waktu bermain dengannya. Entahlah,aku tak tahu apakah dirinya merasakan hal yang sama denganku.
Sudah seminggu,ia tak masuk sekolah. Yang membuatku semakin bingung tanpa kehadirannya. Dengan usahaku yang selalu saja setiap waktu menghubunginya,hanya dibuahi suara operator mengatakan ponsel si pemilik tak aktif. Pikiranku berlari-lari mencari tentangnya,hanya rindu ingin bertemu. Itu saja yang kuingin,apakah aku berlebihan sebagai seorang sahabat yang merindukan sahabat lainnya? Apakah aku berlebihan merindukan kebersamaan dengannya?. Entahlah aku tak mengerti.
Hari sabtu adalah hari dimana aku melakukan kegiatan sesukaku,menghilangkan penat yang ada karena libur sekolah. Dengan memutar musik yang kuputar diponsel sembari memainkan rubik ,tetapi tiba-tiba saja ponselku berdering tanda ada panggilan masuk. Aku melihat di layar ponsel ,bahwa benar ada panggilan telpon dari seseorang yang sudah kurindukan,Revan.

“Halo?Revan?kamu dimana sekarang?”

“Hai,sudah lama ya tidak mendengar celoteh cerewetmu haha..”

“Kamu selalu saja menyebalkan,kamu sudah pulang dari singapura?”

“Belum..”

“Kok belum rev?”

“Aku akan kembali 2 hari lagi..”

“mengapa 2 hari lagi rev?”

“mengapa kamu bertanya,kamu hanya perlu menunggu..”

“tidak begitu rev,selama kita masuk sekolah kamu menghindar dariku,kamu tidak mengangkat telpon dariku bahkan kamu seperti tidak mengenal aku.Aku sedih kamu berubah ..”

“maaf..”

“ki?”
“ya?”

“maaf ya,setelah aku kembali ke jakarta aku akan jelaskan padamu..”

“ya oke,aku tunggu..”

“tahu tidak?disini tidak ada manusia yang cerewet seperti dirimu,mereka sibuk dengan ponselnya,dan aku seperti asing dekat dengan mereka..”

“kamu memulai lagi mengejekku,mengapa kamu tidak memulai perbincangan dengan mereka?”

“sudah kubilang,aku asing..”

“kamu hanya tidak terbiasa berbicara dengan mereka..”

“ya,karena aku baru kenal dengan mereka”

“ajaklah mereka kenalan..”

“tidak,semesta mereka berbeda denganku..”

“rev..”

“ki..”

“sudahlah,lebih baik kamu kembali ke jakarta untuk melanjutkan debat denganku..”

“hahahaha kamu hanya ingin terlihat menang dariku atau kamu sedang rindu ?”

“tidak usah terlalu percaya diri…”

“ki,kamu tahu kan patung singapura?”

“ya aku tahu..”

“tadi pagi,aku berkunjung kesana untuk menyampaikan salam kenal darimu…”

“aku tidak ingin menyampaikan salam untuk patung singa…”

“20 menit yang lalu kamu sedang memikirkan tentang negara Singapura”

“tidak,aku sedang memikirkan teka-teki rubik yang sedang kumainkan”

“tebakanku salah..”

“salah besar..”

“5 menit kemudian kamu akan tidur,karena kamu lelah berdebat denganku..”

“kamu memulai lagi dengan ramalanmu yang bodoh…”

“hahahaha baiklah,ya sudah aku harus mengakhiri pembicaraan kita. Bye ki cerewet..”

“bye revan peramal sok tahu..”

Usai sudah perbincangan kami hari ini di ponsel,menunggu kedatangannya 2 hari lagi. Setelah hari itu,ia benar menepati janjinya untuk kembali ke jakarta,kami bertemu kembali disekolah. Setelah melewati keheningan yang terjadi diantara kami,kami kembali riuh. Menepikan awan-awan murung dalam semestaku,ia sudah kembali. Ia bercerita tentang Negara Singapura,yang akan menjadi tempat ia melanjutkan kuliahnya. Dan aku hanya termenung memikirkan perkataannya,dan aku tak pernah ingin melarangnya untuk mengejar mimpinya. Aku hanya ingin berpikir positif saja

“singapura dekat ki,kamu jangan risau..”

“aku setuju dan dukung kamu sepenuhnya rev..”

“aku pasti kabarin kamu..selalu..”

“hahaha baiklah,semangat!!!”

“kamu juga harus selalu semangat loh..”

“iya pasti..”

Tiba saatnya,hari kelulusan kami tiba. Dimana masa sekolahku berakhir dan aku senang bisa lulus dengan nilai yang cukup memuaskan,begitupun Revan. Ini adalah masa dimana aku akan berpisah dengan teman-temanku dan juga Revan,aku tak ingin hal ini terjadi. Tapi aku harus menerimanya,menerima jarak yang akan kami tempuh untuk  selalu bersama walau jauh. Aku melanjutkan kuliah di salah satu universitas yang ada di jakarta yaitu Universitas merah putih,aku mengambil jurusan bisnis manajemen sedangkan Revan mengambil jurusan ekonomi. Jika di masa Sma aku cukup akrab dengan teman baru karena bantuan Revan,sekarang aku hanya bisa diam ditempatku karena aku cukup pemalu. Mungkin saja ini hanya baru permulaan seminggu masa orientasi di tempat baru,aku hanya terlihat canggung melihat orang baru. Hari-hari baru,pada suasana yang baru yang masih belum bisa membuatku nyaman di lingkungan baru. Butuh proses yang lama untuk beradaptasi ,setiap kali sebelum aku memulai kegiatan,aku selalu bercerita padanya yang dijawabnya setiap 2 jam karena aktivitasnya lebih padat dariku,tuturnya begitu.
Setiap hari aku menjalani aktivitas yang sangat bosan dan melelahkan,sampai-sampai Revan berkata aku ini payah. Tetap saja ia menyebalkan,tak berubah.

“Rev 2 tahun lagi ya?”

“Apa?”

“tuh kan kamu lupa..”

“hanya saja bertanya,kamu tidak jelas bertanya..”

“hmm..2 tahun lagi kita ucapin wish kita..”

“Tunggu saja..”

“Kamu beneran nepatin kan?”

“Kamu tunggu saja kiana..”

“baiklah,aku tunggu asalkan kamu benar datang untuk tepatin janji kita..”

Tuturnya kala itu seperti bergurau. Entahlah. Aku tak memahami pikirannya kala itu,aku hanya akan memperkirakan bahwa aku tak akan tahu apa yang sedang dipikirkannya. Setelah 1 tahun,aku merasakan ada hal yang berbeda darinya.Ia tak lagi seperti biasanya,ia seperti ditelan oleh bumi. Hampa pada ruang yang tak lagi bisa kusentuh keberadaannya. Menghubunginya hanya akan membuahkan hasil yang nihil,suara operator yang berkata bahwa nomor sang pemilik tak lagi aktif. Setiap saat mencoba menghubunginya tetap saja nihil,tetap saja sama. Nomornya tak lagi aktif,dirinya sudah ditelan oleh bumi. Bahkan aku tak mengerti apa yang sedang terjadi pada sang peramal yang sok tahu.
Aku tak lagi bisa menelusuri keberadaannya hingga pada waktu ia menyatakan akan kembali ke Jakarta,selama 2 tahun aku hanya bisa berpikir positif saja tentangnya bahkan aku merapalkan doa hanya untuk tahu bagaimana dirinya. Bahkan sekalipun jarak yang memisahkan kami,sudah melipatkan rindu ini yang sudah terlalu lama. Jarak tak dapat kulipat,karena bayangnya saja tak mampu kugapai lagi. Mungkin saja,ia sudah tak lagi mengingatku. Jika ya,aku harap ia akan tetap bahagia. Aku pun akan berusaha membahagiakan diriku sendiri.

05 Juli 2019

Aku sudah memasuki semester 4 kuliah,dan aku berusaha menikmatinya walaupun kegiatanku semakin hari akan semakin padat. Mengingat tanggal ini,tentunya saja akan membuatku heran bahkan membuat pikiranku langsung tertuju pada sang peramal sok tahu. Hanya memperhatikan sejumlah foto kebersamaan kami di dinding kamarku,itu menjadi obat di kala rindu sedang sulit untuk dipertemukan.
Sesekali aku sedih,perihal ia yang menghilang tanpa kabar.Hanya berharap bisa bertemu kembali. Tetapi mengapa perasaanku menjadi nyata dan berlebihan seperti ini padanya? Apakah aku sudah tenggelam terlalu dalam,yang pada akhirnya bayangan dirinyalah yang sudah tenggelam oleh lautan.

Pukul 08.00 pagi,aku segera bersiap-siap menuju kampus. Aku segera melupakan kegiatan merenungku tentangnya. Setelah selesai bersiap-siap,aku segera berangkat karena pukul 10.00 kegiatan dalam kelasku akan dimulai. Ketika aku ingin mengunci pintu rumahku,aku memutar balik tubuh dan aku menabrak dada bidang seseorang,aku terkejut dan sangat heran siapakah seseorang itu . Aku ingin marah lalu mencaci makinya,ia sudah menghalangi langkahku saat ini. Kuperhatikan seseorang itu dari ujung sepatu hingga ujung kepala,aku membulatkan mata bahwa seseorang yang dihadapanku saat ini ialah sosok yang sudah hilang seperti sudah ditelan bumi selama 2 tahun. Aku mengurungkan niatku untuk mencaci makinya,aku hanya terdiam menunduk dan entah aku tak ingin mengucapkan hal apapun tentangnya.

“Hai..” ujarnya dengan ceria  mengawali pertemuan kami yang sudah lama hilang bersama angin.

“Jika ingin melangkah jangan lupa lihat-lihat..” ujarnya mengejekku

Aku masih saja diam,dan enggan menjawab sapaannya dan juga perkataannya

“Maaf untuk waktu-waktu kemarin,aku tak tahu harus berkata apalagi..” ujarnya menjelaskan

Aku masih saja diam menunduk,sembari memainkan kedua tanganku

“Jika kamu marah,aku berhak menerimanya. Katakan saja segala sesuatu tentang diriku yang membuatmu benci..” ujarnya menjelaskan lagi

“Mengapa kamu berkata seperti itu?” tanyaku padanya berusaha tak ingin menunjukkan wajah sedihku dihadapannya

“Aku salah ki..” ujarnya dengan nada rendah

“Salah?kamu salah dalam hal apa?” tanyaku lagi menahan derai air mata yang akan jatuh

“aku menghilangkan jejak selama 2 tahun,agar kamu bisa melupakan aku..” ujarnya meyakinkanku

Perkataannya membuatku benar-benar tak mengerti dengan yang ia lakukan selama ini

“mengapa kamu berpikir melakukan hal itu?mengapa?” tanyaku dengan nada rendah dengan masih menahan derai air mata

“HAHAHAHAHA selamat ya kamu masuk dalam jebakanku..” tawanya menggelegar ,menertawakan wajahku yang terkejut

“Kamu tidak lucu,sudahlah aku akan terlambat masuk kelas jika menjawab semua kebodohan ini bersamamu..” ujarku dengan datar lalu melangkah meninggalkannya

“Kamu ingat hari ini?” tanyanya yang menghalangi langkahku lagi

“hari ini adalah hari jumat,hari dimana aku terakhir kuliah di minggu ini..”  ujarku menjelaskan dengan datar

Ia menarik tanganku,untuk mengikuti arah langkahnya

“Rev?kita mau kemana?” tanyaku

“kamu pasti akan tahu nanti..” ujarnya mengajakku ke depan mobilnya

“Rev aku akan pergi kuliah,kamu tak bisa memaksaku mengikuti arah langkahmu untuk saat ini..” ujarku menjelaskan

“waktu kedatanganku mungkin saja tak tepat saat ini..” ujarnya

“memang tidak tepat..” ujarku dengan datar

“tapi aku hanya ingin menepati janji 2 tahun lalu ki..” ujarnya

“lupakan saja rev,aku tak akan pernah lagi mengganggumu. Aku pamit..” ujarku mengakhiri pembicaraan kami saat ini lalu aku meninggalkannya

“mengapa kamu menyerah?” tanyanya seraya menarik tanganku

“menyerah?aku tidak menyerah hanya saja meyakinkan,langkahku saat ini tak lagi salah..” ujarku meyakinkannya

“Selama ini,aku berusaha mengerti dengan keadaan rev. Keadaan aku sama kamu tak lagi sama seperti dulu,aku yang berharap kita selalu bersama. Tapi nyatanya tidak demikian,maaf aku terlalu berlebihan padamu sebagai seorang sahabat..” ujarku menjelaskan

Ia membalas perkataanku dengan senyuman lebarnya,ia aneh. Aku sedang serius berbicara tetapi tetap saja,ia selalu bergurau tak pernah serius menjawab pembicaraanku. Aku benar-benar mengurungkan niatku untuk melampiaskan amarahku padanya. Ia kembali menarik tanganku,dan berujung aku sudah lelah dengan sikapnya.

“Aku akan antar kamu kuliah,boleh?” tanyanya

“Jika kamu memaksa,ya sudah..” ujarku menyerah

Ia segera menyiapkan kunci mobilnya,lalu kami menaiki mobil tersebut. Aku tak ingin lagi berdebat dengannya. Hening saja tak mengapa untuk saat ini.

“ki kamu tak lagi takut kan jika aku mengendarai mobil?”

Aku menggeleng,dan dibalasnya kembali dengan senyuman lebar

“aku pesan,ada seseorang disamping kamu yang buat kamu tak lagi sedih..”

“pesan?” tanyaku heran pada ucapannya

“iya aku sudah pesan pada Tuhan jauh sebelum hari ini terjadi..”

“rev?maksud kamu apa?” tanyaku yang semakin heran

“maksud aku,itu hanya pesan yang sengaja aku tuturkan pada Tuhan..” ujarnya menjelaskan

“makasih rev..” ujarku dengan senyuman

Ia membalasku dengan senyuman kembali,ia kembali memulai pembicaraan sembari mengajakku bergurau. Sesekali aku tertawa karena topik berguraunya,aku benar-benar merindukan hal ini. Dimana titik temu ini tak lagi jauh,rinduku sudah banyak terlipat dengan jarak bahkan dengan waktu yang sudah berganti. Aku sudah melupakan kekesalanku padanya,ia selalu saja bisa membuatku tertawa melupakan permasalahan yang ada

“Kamu tahu?patung singapura tak bosan mengeluarkan air dari mulutnya..”

“jelas saja tidak,patung singapura memiliki energi dari kabel yang disambungkan maka dari itu ia tak bosan mengeluarkan air dari mulutnya..”

“duduk diam sekalipun sofa dirumah membuatku terkantuk tetapi itu tetap saja tak nyaman” tuturnya sembari bersandar pada kursi mobil sembari memutar kemudi mobil

“mengapa kamu memiliki pendapat seperti itu?” tanyaku yang sangat heran dengan tuturnya

“sofa dirumah tak dapat mendengar cerita dongengku. Mendengar sanubariku saja ia tak bisa” tuturnya yang fokus pada lika liku jalan

“kalau begitu,berdongenglah pada kursi mobilmu” tuturku mengejeknya

“Tidak demikian..” tuturnya dengan nada dingin

“lalu?” tanyaku yang semakin heran padanya

“Kiana,dongengku hanya suka didengar oleh telingamu. Entahlah aku tak mengerti,saat ini aku berada di fase ternyaman dan entah mengapa tak ada lagi yang menekanku untuk memendam ragu dalam diri saat aku berdongeng,kau tak meracau. Dongengku tak bosan untuk kuceritakan pada telinga yang tak pernah kau tutup oleh kedua tanganmu” tuturnya yang membuatku mematung dan entah harus berkata apa

Tiada suara di antara kami,saat ini tuturnya menghancurkan pikiranku yang bercabang-cabang tentangnya yang selama ini sulit aku pecahkan teka teki tentangnya. Keadaan kami benar-benar hening saat ini

“bolehkah harapan kita diucapkan sekarang?” tanyanya

“boleh saja..” tuturku dengan senang hati

“kamu dahulu ya?”

“ah tidak,aku lebih ingin tahu harapanmu terlebih dahulu..boleh kan?”

“hahaha baiklah jika kamu memaksa..”

“harapanku sederhana ki,sinar senyuman kamu akan selalu terbit setelah duka-duka yang kamu terima,walaupun raga aku tak lagi disamping kamu,aku akan selalu bersama kamu.” ujarnya menjelaskan

“maksud kamu apa?aku tidak suka dengan ucapanmu..” ujarku merengek

“hei,itu harapanku untukmu.Kamu jangan sedih,aku sudah pesan pada semesta akan ada pelangi setelah hujan..” ujarnya padaku seraya mengelus-ngelus puncak kepalaku sembari matanya sesekali menatapku

“harapanmu apa?” tanyanya yang masih fokus pada lika-liku jalan

“kita akan selalu bersama..” ujarku dengan nada rendah

Ia membalas ucapanku dengan senyuman lebarnya,aku melihat bibirnya pucat pasi serta cairan kemerahan seperti darah keluar dari rongga hidungnya. Sontak aku terkejut bukan main.

“revan..hidung kamu berdarah..” ujarku khawatir
Ia segera membersihkannya dengan lengan kemejanya yang berwarna putih

“rev,kita ke dokter ya?kamu sedang sakit..” ujarku khawatir padanya

“aku tidak apa-apa ki..” ujarnya dengan santai

“tidak rev tidak,hentikan perjalanan ini. Aku tak mau kamu kenapa-napa..” ujarku dengan panik melihat darah selalu mengalir dari rongga hidungnya

Ia menepikan mobil di tepi jalan,aku membersihkan hidungnya dengan syal yang selalu ku keratkan di leherku,dengan tangan yang gemetaran aku membaringkan kepalanya di pundakku. Ia terlihat lemah,dengan segera aku menghubungi mobil ambulance dan keluarganya yang berada di rumah.

“ki,aku tidak apa-apa..” ujarnya dengan lemah seraya memegang tangan kiriku

“keadaan seperti ini kamu masih menyatakan dirimu baik-baik saja?” ujarku menahan air mata melihatnya terkulai lemah

“aku tidak apa-apa,kamu jangan berlebihan..”

“rev kamu jangan keras kepala,aku tak suka lihat kamu pura-pura kuat didepan banyak orang..” ujarku padanya ,aku tak tahan lagi untuk menumpahkan air mata ini

Di keadaan seperti ini ia masih saja memberikan senyuman lebar miliknya padaku

“aku lebih tidak suka melihatmu menangis seperti ini,lekas bersihkan air matamu..”ujarnya padaku seraya

15 menit kemudian mobil ambulance yang kuhubungi datang,dengan segera aku keluar dari mobil lalu merangkulnya menuju mobil ambulance dibantu oleh beberapa perawat. Tak lama kemudian sebuah mobil berwarna putih menghampiriku,ketika pintu mobil tersebut dibuka keluarlah wanita dengan wajah sedihnya serta laki-laki dengan wajah tegarnya  disampingnya menghampiriku. Wanita itu memelukku dengan erat. Aku meyakini mereka adalah orang tua Revan,karena selama aku bersahabat dengannya kedua orang tuanya berada di Singapura ,sementara di Jakarta ia tinggal bersama kakek dan neneknya.

“kamu kiana?”

“benar tante..”

“mari ikut bersama kami di mobil. Biarkan Revan bersama perawat. Ada satu hal yang ingin kami bicarakn padamu..” ujar ibu Revan

“baik tante..”

Selama di perjalanan kedua orang tua Revan menjelaskan apa yang terjadi pada Revan selama ini, aku menahan air mataku  untuk tidak tumpah kembali,aku ingat pesannya untuk tidak menangis. Aku mencoba menerima hal ini.

“revan kanker otak stadium akhir..” ujar ayah Revan

“Selama 2 tahun revan kemoterapi di Singapura,itu mengapa ia tak mau kamu tahu mengenai hal ini. Revan tak suka lihat orang menangis karenanya..” ujar ibu Revan

“maafin revan ya nak,jika revan salah sama kamu..” ujar ayah Revan

“revan tidak salah om,hanya saja aku terlambat mengetahui hal ini..” ujarku

“setiap revan datang ke singapura,selalu saja ia menulis cerita dongeng di dalam buku catatannya. Ia selalu bilang ada pendengar cerita dongengnya yang tak bosan mendengar ceritanya..”

Mendengar hal itu aku sangat terkejut,harapanku seakan hancur berkeping-keping. Bahkan aku tak mengerti lagi dengan perasaanku saat ini,berkombinasi dan sulit untuk aku telusuri. Aku mencoba mencerna perkataannya selama kami dalam perjalanan tadi,aku menemukan beberapa perkataannya yang aneh. Mengapa ia mencoba menghindariku selama 2 tahun?mengapa hanya aku yang tak diperbolehkan tahu tentangnya selama 2 tahun terakhir? Malam-malam yang aku lewati,aku selalu berharap kamu baik-baik saja,pertemuan yang ku dambakan ialah pertemuan yang indah.Hari ini tepat harapanmu diucapkan,aku benar-benar menemukan jawaban teka-teki yang selama ini kucari. Mengapa jawaban ini terlalu sesak dan terlalu menyakitkan? Mengapa?

Aku tak sanggup melihat raganya yang terkulai lemah dengan beberapa alat medis yang dipasangkan pada tubuhnya,sinar fajar yang selalu kulihat setiap hari sedang terkulai lemah sekarang. Kuperhatikan wajah pucat pasinya,membuatku sulit menerima kenyataan yang ada. Aku duduk disamping ranjangnya,menggenggam jari-jarinya yang tak bergerak sama sekali.

“jika saja tuan putri kemarin sedang sedu sedan menanti kedatangan pangeran senja,apakah ini juga sama terjadi padaku?aku harap pertemuan ini akan indah rev,aku udah temukan teka teki yang selama ini aku cari,aku sudah temukan itu pada setiap ucapanmu..” ujarku seraya mengusap air mata

Aku merasakan genggaman tanganku dibalasnya,sinar senyumannya kembali terbit pada wajah pucat pasinya. Aku membalasnya dengan senyuman kembali.

“duka ini akan segera berakhir kiana..” ujarnya terbata-bata

Aku kembali menumpahkan air mataku seraya menggenggam tangannya,tangan kirinya mengelus puncak kepalaku,memainkan rambut pendekku yang tergerai begitu saja.

“cerita dongengku akan usai..”

“mau dengar?”

Aku menganggukan kepala,ia tak memulai bercerita melainkan memberikanku sebuah catatan padaku

“aku tak ingin bercerita,aku hanya ingin kamu membacanya dari awal hingga terakhir..” ujarnya

Aku meraih catatan tersebut,lalu membuka awal pembuka dari cerita tersebut. Aku membacanya,hingga aku menemukan beberapa bagian cerita yang sama dengan kejadian-kejadian yang terjadi bersamanya. Aku tak tahu harus berkata apalagi.

“cerita ini mirip dengan kejadian aku terperosok dalam selokan belakang rumah,sedikit berbeda sih tuan putri tersandung batu sedangkan aku ..ah sudahlah aku terlalu percaya diri..” ujarku berkata sendiri

“cerita dongeng ini,cerita kebersamaan kita..kamu benar ki,kamu tidak berlebihan hanya saja aku yang berlebihan..” ujarnya seraya tersenyum lebar

“berhenti salahkan dirimu rev..” ujarku dengan nada rendah

“tuan putri,sudah kupesan agar bahagiamu tak akan berakhir setelah ini..jangan menangis lagi ya,aku tak ingin melihatmu menangis.. ” ujarnya

“rev,teka teki yang selama ini aku cari ialah kamu,kamu sulit ditebak bahkan kamu adalah cuaca yang sulit untuk aku sentuh. Kamu terlalu sulit untuk aku raih..” ujarku menjelaskan

“sekarang kamu sudah meraihnya,aku harap kamu tak berhenti sampai disini. Kamu harus berlari keluar dari posisi ternyamanmu. Cerita dongengku tak akan usai sampai disini,lanjutkan ya..” ujarnya

“mengapa kamu menyerah?kita bisa hadapi bersama bukan?” tanyaku dengan tangis

“pangeran senja harus pamit, ia akan kembali dengan sinarnya yang membuatmu tak lagi sedu sedan..” ujarnya dengan nada rendah seraya menggenggam tanganku

Setelah ucapan yang dikatakannya aku merasakan genggaman tangannya melemah,alat medis yang dipasangkan pada tubuhnya menyatakan bahwa detak jantungnya melemah. Aku berusaha berlari mencari dokter dan perawat.  Dokter menyatakan bahwa nyawanya tak bisa diselamatkan lagi
Kenyataan ini sulit aku terima,pangeran senja pamit pada waktunya . Ia pergi meninggalkan duka,dan ini sulit untuk kuterima. Teka-teki darinya sudah berhasil kupecahkan,potongan teka-tekinya ialah kenyataan yang harus kuterima.

Dukamu tak akan lagi abadi
Sudah kupesan pelangi setelah hujan
Sudah kupesan semesta akan menari-nari bersamamu
Sudah kupesan raga disampingmu yang menemanimu sepanjang waktu
Aku pamit
Tak berarti aku tak kembali
Aku kembali memberimu sinar fajar setiap waktu
Itu sudah kupesan
Aku tak mau kau gundah
Jangan lagi meratap
Kau harus berlari
Kejar anganmu lebih pasti…
Kupesan, jadilah seperti Nirmala pada malam hari
Ia tetap datang bahkan tetap bersinar
Walaupun malam mencekam


Ia bukan lagi peramal sok tahu,ia senja yang selalu kunanti kedatangannya kala langit muram bernaung pada semestaku,ia tak kehabisan cara memulai topik bergurau .Ia bergurau dengan caranya tidak dengan perasaannya. Kisah sebentar  kemarin akan bersua pada pelangi di langit semestaku setiap hari. Teduh diantara dinginnya waktu-waktu yang kubiarkan mematung,teduh dikatakan sebentar walau tahu kenyataan yang ada,tak lagi sama pada pikiranku. Ini adalah waktunya dimana aku tak lagi meratapi kepergianmu,aku usahakan untuk pergi berlari dari zona ternyamanku saat ini.

Terima kasih pangeran senja…

Kepergianmu memberikanku pelajaran bahwa kisahmu akan abadi selalu. Terima kasih kau sudah memesan hari yang baru dan berseri-seri setelah duka yang kualami. 



Hai guys!!! aku menghadirkan karya baru berupa cerpen. Oh iya cerpen ini juga terbentuk dari beberapa puisiku yang kusatukan hingga berbentuk cerpen ini hehehe. Selamat membaca,mohon krisarnya ya kawan. Mohon maaf ya jika ini abstrak hehe :)











1 komentar:

  1. Thank`s to promotion :) and thank`s you come to my blog hehe :)

    BalasHapus